Laporan Agroteknologi
Saturday, April 29, 2017
Laporan DDA Pola Tanam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian mempengaruhi pembangunan suatu negara, terutama pada negara berkembang seperti di Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti sektor pertanian merupakan sumber persediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu negara, kebutuhan yang meningkat akibat pendapatan meningkat, adanya keharusan menyediakan bahan-bahan yang dapat mendukung sektor lain terutama industri, sektor pertanian merupakan jembatan untuk menghubungkan pasar yang dapat menciptakan pengaruh yang menyebar dalam proses pembangunan dan, sektor pertanian merupakan sumber pendapatan masyarakat di negara berkembang yang hidup di pedesaan (Darius,2016).
Salah satu kegiatan dibidang pertanian yang memberikan kontribusi adalah usahatani hortikultura. Hortikultura adalah salah satu sumber pertumbuhan baru pertanian yang sangat diharapkan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional. Pada saat ini tanaman hortikultura (tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga-bungaan) mendapatkan perhatian besar dari pemerintah, karena tanaman hortikultura telah terbukti sebagai komoditi yang dapat dipakai untuk sumber pertumbuhan baru disektor pertanian (Darius, 2016).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman hortikultura adalah dengan memilih sistem pola tanam yang tepat. Pola tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun media bukan tanah dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu, termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Di Indonesia sering kali petani menggunakan pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur. Pola tanam monokultur yaitu penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang sama sedangkan pola tanam polikultur merupakan pola tanam yang sering digunakan dalam usaha tani sayuran. Pola tanam polikultur ditujukan untuk meningkatkan kemampuan petani mengolah lahan atau ladangnya secara objektif, untuk meningkatkan penghasilan petani, dan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkesinambungan demi pembangunan pertanian ke depannya (Darius, 2016)
Berdasarkan pemaparan di atas, pola tanam merupakan usaha penting dalam budidaya pertanian maka perlu dilakukan praktikum untuk mengetahui hubungan pola tanam dengan tingkat keberhasilan produksi.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola tanam monokultur dengan polikultur dalam menghasilkan produksi dan mengetahui pentingnya penggunaan mulsa pada lahan pertanian.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah untuk dapat memberikan pengetahuan dasar kepada praktikan tentang pola tanam, jenis-jenis pola tanam dan penggunaan mulsa pada lahan pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pola Tanam
Pola tanam adalah merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam ni diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Namun yang penting persyaratan tumbuh antara kedua tanaman atau lebih terhadap lahan hendaklah bisa mendekati kesamaan (Wahyudi, 2013).
Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepernuhnya tergantung dari hujan. Makan pemilihan varietas yang ditanam perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan (Wahyudi, 2013)
Menurut Ruslan (2013), menyatakan adanya perbedaan pola tanam disesuaikan dengan kondisi lahan pertanian yang ada yaitu lahan kering, lahan sawah tadah hujan, lahan sawah beririgasi, dan lahan rawa pasang surut.
1. Lahan Kering (tegalan)
Di lahan kering, palawija dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif pelaksanaannya. Alternatif pertama, awal musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Penanaman dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau pertengahan musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau berumur panjang sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif kedua, pada awal musim hujan, lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4 minggu sebelum panen, singkong ditanami di antara tanaman jagung.
2. Lahan Sawah Tadah Hujan
Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai pertengahan musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali.
Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyaksatu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat ditanami palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya. Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini, jarak tanam singkong harus lebih lebar.
3. Lahan Sawah Beririgasi
Di lahan sawah, palawija umumnya ditanami secara monokultur dengan pola tanam sebagai berikut. Pada awal musim hujan sampai akhir musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak dua kali tanam. Pada musim kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Kerugian pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah pola pergiliran tanaman pada setiap daerah berbeda sebab masing masing daerah mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan tanaman untuk pergiliran yang berbeda pula sehingga tidak bisa di samaratakan dengan yang lainnya.
4. Lahan Rawa Pasang Surut
Sebelum ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem sarjan. Pada sistem ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija atau tanaman lain yang tidak tahan genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini disebut guludan. Bagian yang lain, dibuat lebih rendah untuk ditanami padi. Bagian yang rendah ini disebut tabukan. Perbandingan luas tabukan dan guludan pasang tertinggi. Bagian guludan tidak boleh dilampaui air. Sementara itu, permukaan tanah tidak lebih rendah dari lapisan pirit. Lapisan ini merupakan akumulasi bahan-bahan beracun, sehingga bila terangkat ke permukaan akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Di lahan rawa, palawija juga ditanami secara monokultur atau tumpang sari. Aturannya sebagai berikut. Di lahan di bagian tabukan, ditanami padi dua kali setahun. Sedangkan di bagian gulu dan pada awal dan akhir musim hujan ditanami palawija berumur pendek atau, pada awal musim hujan ditanami palawija berumur pendek dan akhir musim hujan ditanami singkong.
2.2 Jenis- Jenis Pola Tanam
Pengetahuan mengenai pola tanam sangat perlu bagi petani. Sebab dari usaha tani yang dilakukan, diharapkan dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Tidak hanya hasil yang menjadi objek, bahkan keuntungan maksimum dapat didapat dengan tidak mengabaikan pengawetan tanah dan menjaga kestabilan serta kesuburan tanah pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur (Darius, 2016).
1. Pola Tanam Monokultur
Pola tanam monokultur merupakan usahatani dengan satu jenis tanaman dalam satu musim tanam dan menanam jenis tanaman yang sama atau berbeda pada musim tanam berikutnya. Pola tanam ini menggunakan rotasi yang bervariasi dalam satu tahun (Pujiharto, 2015).
Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidak mantap. Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak dapat panen karena tanamannya terserang hama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah terserang hama maupun terserang penyakit (Wahyudi, 2013)
2. Pola Tanam Polikultur
Polikultur berasal dari kata poly dan culture. Poly berarti banyak dan culture berarti pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi dalam satu tahun (Darius, 2016).
Menurut Darius (2016), menyatakan bahwa dalam sistem polikultur, dikenal beberapa istilah yang pengertiannya hampir sama yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama antara lain :
a. Tumpang Gilir (multiple cropping) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama, selama satu tahun untuk memperoleh lebih dari satu hasil panenan.
b. Tanaman Pendamping (companion planting) : dalam satu bedeng ditanam lebih dari satu tanaman sebagai pendamping jenis tanaman lainnya. Tujuannya untuk saling melengkapi dalam kebutuhan fisik dan unsur hara, karena itu pemilihan tanaman perlu diperhatikan. Misalnya tanaman yang perakarannya dalam dapat mengurangi kepadatan tanah dan menambah kesuburan tanah dengan tambahnya bahan organik sehingga berguna bagi tanaman pendamping yang perakarannya dangkal. Tanaman kenikir sering dijadikan tanaman pendamping karena mempunyai akar yang mengeluarkan senyawa tiophen yang dapat mematikan atau membunuh nematoda.
c. Tanaman Campuran (mixed cropping) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama. Misalnya menanam tomat dan kubis dalam satu bedeng dapat mengurangi ngengat tritip yang merusak kubis, menolak ngengat betina Plutella xylostella (L) meletakkan telur pada tanaman kubis.
d. Tumpang Sari (intercropping dan interplanting) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama dengan barisan-barisan teratur misalnya jagung dengan kedelai atau jagung dengan kacang tanah.
e. Penanaman Lorong (alley cropping) : menanam tanaman yang berumur pendek, misalnya wortel, slada, terung, diantara larikan tanaman yang dapat tumbuh cepat dan tinggi serta berumur tahunan, misalnya turi, gamal, kaliandra, lamtoro, dan daun kupu-kupu. Keuntungan penanaman seperti ini akan meninggalkan nitrogen tanah, mengurangi gulma, mencegah erosi, meningkatkan penyerapan air tanah dan meningkatkan kelembaban tanah.
f. Pergiliran Tanaman (rotasi) : menanam jenis tanaman yang tidak sefamili secara bergiliran (bergilir). Tujuan cara ini untuk memutus siklus hidup OPT. Contohnya kubis famili cruciferae-selada famili composidae bawang merah famili aliaceae-wortel famili umbelliferae- terung famili solanaceae-kedele famili leguminaceae-jagung famili graminae-kangkung famili convolvulaceae-mentimun famili cucurbitaceae- okra famili malmavaceae.
2.3 Pengertian Mulsa
Mulsa atau mulch adalah bahan material tertentu yang kebuners bisa gunakan untuk menutupi suatu lahan atau area, dengan dua manfaat utama yaitu menjaga retensi kelembaban dalam tanah dan menjaga suhu tanah tetap dingin, dan karenanya tanaman bisa menghasilkan lebih banyak buah (Calvin, 2016).
Mulsa sudah digunakan sejak zaman dahulu dan fakta membuktikan bahwa tanaman yang ditanam dengan mulsa menghasilkan buah yang lebih banyak dibandingkan tanaman dengan tanah terbuka atau tanpa mulsa. Mengapa bisa demikian? Seperti yang dikatakan pada paragraf atas, karena dengan adanya mulsa, air tanah dan air hujan bisa menguap hanya sekitar 10%, jika tidak ada mulsa bisa menguap sekitar 80%. Selain itu, mulsa menjaga agar suhu tanah lebih stabil. Tanah yang ditutupi mulch suhunya lebih dingin atau di bawah dari tanah yang tidak ditutupi mulsa (Calvin, 2016).
Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan kelembapan tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Damaiyanti, 2013).
2.3.1 Macam- Macam Mulsa
Menurut Damaiyanti (2013) menyatakan bahwa berdasarkan asal dan sifat bahannya, mulsa dapat dibedakan atas mulsa organik dan mulsa anorganik.
1. Mulsa Organik
Penggunaan mulsa organik merupakan pilihan alternatif yang tepat karena mulsa organik terdiri dari bahan organik sisa tanaman (serasah padi, serbuk gergaji, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman yang akan dapat memperbaiki kesuburan, struktur dan secara tidak langsung akan mempertahankan agregasi dan porositas tanah, yang berarti akan mempertahankan kapasitas tanah untuk dapat menahan air, setelah bahan bahan organik tersebut terdekomposisi (Tinambunan, 2013).
Penggunaan mulsa organik dengan bahan organik yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan produktivitas lahan berdasarkan sifat pelapukan setiap jenis mulsa organik yang tidak sama. mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik (Damaiyanti, 2013).
2. Mulsa Anorganik
Mulsa plastik dipasang dengan cara menarik kedua ujung mulsa ke ujung bedengan dengan arah memanjang, dikuatkan dengan bambu yang ditancapkan pada setiap sudut bedengan, kemudian mulsa plastik tersebut ditarik ke bagian sisi kanan bedengan hingga tampak rata menutupi seluruh permukaan bedengan. Alat pelubang mulsa dibuat dari kaleng bekas yang salah satu ujungnya diasah hingga tajam. Cara ini membuat plastik akan berlubang dan tercipta lubang tanam dengan jarak 50 x 50 cm pada bedengan.Setelah bibit berumur ± 3 minggu (3- 4 helai daun), bibit sudah siap dipindahkan ke lahan pertanaman yang telah tersedia dengan membuat lubang - lubang tanaman pada lahan yang memiliki jarak 50 x 50 cm (Ginting, 2013).
Efektivitas penggunaan mulsa plastik di daerah tropis diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik melindungi tanah dari terpaan langsung butiran hujan, menggemburkan tanah di bawahnya, mencegah pencucian hara, mencegah percikan butiran tanah ke tanaman, mencegah penguapan air tanah, dan memperlambat pelepasan karbondioksida tanah hasil respirasi aktivitas mikroorganisme. Warna permukaan mulsa plastik memiliki kemampuan optis dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam melakukan proses pertumbuhan. Pemberian jenis mulsa yang berbeda pada tanaman memberikan pengaruh yang berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu tanaman lainnya seperti hama dan penyakit (Ginting, 2013).
2.3.2 Manfaat Mulsa
Pemberian mulsa mampu mengendalikan pertumbuhan gulma dengan berkurangnya jumlah jenis individu gulma yang dapat tumbuh dan mampu meningkatkan hasil produksi tanaman (Tinambunan, 2014).
Perlakuan mulsa secara langsung dapat menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman terutama lingkungan mikro di daerah perakaran tanaman, mampu mempertahankan kelembaban tanah dan ketersediaan air dalam tanah, sehingga dalam keadaan panas yang terik sekalipun tanah masih mampu menyediakan air bagi tanaman di atas permukaan tanah (Tinambunan, 2014).
Selain itu mulsa terutama mulsa plastik dapat menutup permukaan tanah dengan rapat, sehingga kemungkinan kehilangan air hanya sedikit melalui perembesan ke bawah atau ke samping dan sedikit melalui lubang tempat tanaman tumbuh. Dengan penggunaan mulsa dapat menjaga tercucinya pupuk oleh air hujan dan mencegah penguapan unsur hara oleh sinar matahari. Hal ini berbeda dengan perlakuan tanpa mulsa dimana permukaan tanah langsung terkena sinar matahari sehingga terjadinya penguapan melalui permukaan tanah atau evaporasi cukup besar dan pada saat hujan terjadi kelebihan air di permukaan tanah yang mengakibatkan tercucinya pupuk. Pemulsaan berfungsi untuk menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga dapat mengurangi jumlah pemberian air. Mulsa dapat mengurangi kehilangan air dengan cara memelihara temperatur dan kelembaban tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis pemulsaan. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang optimal, akan berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi tanaman, yang berpengaruh pada fase pertumbuhan dan pembentukan buah (Damaiyanti, 2013).
2.3.3 Kekurangan dan Kelebihan Mulsa
Pada tanah darat, untuk mengatasi kemungkinan keadaan yang kurang sesuai, maka diadakan mulching (pemberian mulsa). Di bidang agronomi mulsa dapat digunakan dari berbagai bahan seperti mulsa putih, mulsa dua warna (hitam perak) ataupun dapat menggunakan bahan-bahan lain seperti gedebok pisang, sekam, ataupun serbuk gergaji (Damaiyanti, 2013).
Menurut Tinambunan (2014), menyatakan bahwa kelebihan dari pemberian mulsa pada tanaman antara lain:
1. Memperbaiki kondisi fisik tanah di permukaan
2. Absorbsi air oleh benih juga diperbaiki, karena penguapan di atas permukaan dikurangi
3. Aliran permukaan (run off) dikurangi
4. Kemungkinan benih hanyut oleh air juga diperbaiki
5. Suhu tanah lebih serasi
6. Mengurangi fluktuasi suhu
Mulsa hitam perak merupakan mulsa plastic yang memiliki dua permukaan yang berbeda yaitu permukaan hitam dan perak. Kedua warna tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Permukaan yang berwarna perak dapat berfungsi memantulkan sinar ultraviolet matahari yang dapat merubah iklim mikro di sekitar tanaman. Pemantulan tersebut juga akan menyempurnakan proses fotosintesis tanaman sehingga pertumbuhannya sempurna sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Di samping itu, pantulan sinar ultraviolet tersebut juga efektif untuk mengusir kutu daun. Dengan demikian mulsa hitam perak dapat mencegah tanaman terserang kutu daun dan juga penyakit yang ditularkan oleh kutu daun. Sementara permukaan yang berwarna hitam berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma atau rumput-rumputan dan cendawan dalam tanah. Di sampan itu, keuntungan lainnya adalah pemberian mulsa hitam perak ini dapat mempertahankan kelembaban dan temperature tanah, efisiensi pemupukan, melindungi tanah dari pemadatan karena curah hujan, mengurangi penguapan air tanah, penyerapan pupuk lebih efektif serta mengurangi resiko serangan hama dan serta serangan penyakit (Ginting, 2013).
Menurut Ginting (2013), penggunaan mulsa dapat merugikan antara lain karena hal-hal berikut:
1. Membutuhkan tambahan biaya untuk membeli bahan mulsa (plastik) dan pemasangannya di lapangan
2. Menciptakan lingkungan yang ideal bagi perkembangan mikroorganisme musuh tanaman, misalnya patogen penyebab damping-off dan busuk akar.
3. Pada musim kemarau, mulsa kering sangat riskan terhadap bahaya kebakaran.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pola tanam dilaksanakan di Ex-farm, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini laksanakan setiap hari Senin, Pukul 15.30-selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang di gunakan dalam praktikum pola tanam adalah cangkul, sekop, meteran, parang,
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pupuk kandang, mulsa plastik, rumput gajah, daun bambu, benih mentimun, benih kacang panjang, benih sawi dan benih cabai.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari pelaksanaan praktikum pola tanam yaitu:
1. Membuat 3 buah bedengan dengan ukuran 5 x 1 m dan dengan tinggi gundukan tanah 30 cm
2. Mencampur pupuk kandang pada bedengan
3. Meratakan bedengan dengan bambu sehingga bagian atas bedengan menjadi lurus
4. Memberi rumput gajah dan daun bambu di atas bedengan 1 dan bedengan 2
5. Memasang mulsa plastik pada bedengan pertama lalu diberi lubang untuk tempat penanaman, sedangkan bedengan ke 2 tidak diberi mulsa plastik dan bedengan 3 tidak diberi mulsa apapun.
6. Melakukan penyemaian benih selama 2 minggu
7. Melakukan penanaman bibit mentimun pada bedengan 1, bibit kacang panjang pada bedengan 2 dan bibit sawi dan cabai pada bedengan 3.
8. Melakukan penyiraman tanaman setiap hari
9. Melakukan penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh dan melakukan penyiangan jika ada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman
10. Setelah tanaman mulai tinggi, melakukan pemasangan ajir pada bedengan 1 dan 2 agar tanaman pada bedengan tersebut dapat merambat ke atas mengikuti panjang ajir.
11. Merawat keseluruhan tanaman sambil mengamati pertumbuhannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1. Hasil penanaman mentimun dengan pola tanam monokultur
Gambar 2. Hasil penanaman kacang panjang dengan pola tanam monokultur
Gambar 3. Hasil penanaman Sawi dan Cabai dengan pola tanam polikultur
4.2 Pembahasan
Berdasarkan Gambar 1. dapat diketahui bahwa pola tanam monokultur sangat cocok untuk tanaman mentimun. Dilihat dari suburnya tanaman mentimun pada bedengan pertama. Penggunaan pola tanam monokultur pada tanaman mentimun juga harus disesuaikan jarak tanamnya. Jarak tanam yang terlalu lebar dapat berakibat kurang baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurrazak (2013), yang menyatakan bahwa dengan pengaturan jarak tanam yang terlalu jarang maka terjadinya penguapan yang besar dan tingkat perkembangan gulma yang tinggi. Sebaliknya jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari, unsur hara dan air. Selain pengaturan jarak tanam, jumlah benih per lubang tanam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapt Abdurrazak (2013), yang menyatakan bahwa jumlah benih yang terlalu banyak akan menyebabkan kualitas buah menurun (buah berukuran kecil), kendatipun jumlah buahnya banyak. Hal ini disebabkan terjadinya persaingan tanaman dalam mendapatkan faktor-faktor tumbuh. Budidaya mentimun dianjurkan menggunakan 2 benih per lubang tanam untuk mendapatkan hasil optimal.
Selain itu, pada bedengan 1 juga digunakan mulsa plastik yang juga turut memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapat Tinambunan (2014), yang menyatakan bahwa Efektivitas penggunaan mulsa plastik di daerah tropis diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik melindungi tanah dari terpaan langsung butiran hujan, menggemburkan tanah di bawahnya, mencegah pencucian hara, mencegah percikan butiran tanah ke tanaman, mencegah penguapan air tanah, dan memperlambat pelepasan karbondioksida tanah hasil respirasi aktivitas mikroorganisme. Warna permukaan mulsa plastik memiliki kemampuan optis dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam melakukan proses pertumbuhan.
Berdasarkan Gambar 2. dapat dilihat bahwa tanaman kacang hijau juga sangat baik pertumbuhannya dengan menggunakan pola tanam monokultur dan didukung oleh penggunaan mulsa organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Damaiyanti (2013), yang menyatakan bahwa penutupan tanah dengan bahan organik yang berwarna muda dapat memantulkan sebagian besar dari radiasi matahari, menghambat kehilangan panas karena radiasi, meningkatkan penyerapan air dan mengurangi penguapan air di permukaan tanah.
Berdasarkan Gambar 3. dapat dilihat bahwa tanaman sawi dan cabai tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Sebenarnya pola tanam polikultur dapat menghasilkan produksi lebih besar dari pola tanam monokultur namun terdapat beberapa kesalahan yang terjadi pada proses pelaksanaan praktikum pada pola tanam polikultur. Hal ini terjadi karena di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya kualitas benih dari tanaman sawi dan cabai yang digunakan, kurangnya perhatian praktikan terhadap tanaman yang ada di bedengan 3, tidak adanya pemakaian mulsa dan jarak tanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Hermawati (2016), yang menyatakan bahwa jarak tanam untuk tanaman yang hendak digabung harus diperhatikan. Selain jarak tanam, hal lain yang harus diperhatikan pada pola tumpangsari ialah lebar tajuk tanaman yaitu berapa luas permukaan tanah yang ditutup oleh garis tanaman yang akan digabung dalam satu petak. Sinar matahari yang merupakan kebutuhan tanaman sebaiknya terbagi merata antar tanaman.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum pola tanam yang telah dilakukan adalah:
1. Pentingnya pola tanam pada hasil produksi tanaman adalah pola tanam dapat menghasilkan produksi lebih tinggi karena berkurangnya serangan hama dan penyakit pada tanaman karena terdapat beberapa tanaman dalam satu bedengan terutama pada pola tanam polikultur
2. Pola tanam monokultur adalah pola tanam yang dilakukan dengan satu jenis tanaman yang sama sedangkan polikultur adalah pola tanam yang dilakukan dengan menanam beberapa jenis tanaman yang berbeda.
3. Kegunaan mulsa dalam proses penanaman amat penting karena dapat mencegah tumbuhnya gulma dan mengurangi terjadinya penguapan pada akar tanaman.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sebaiknya praktikan lebih serius lagi dalam merawat tanaman yang di tanam. Serta perlunya bimbingan yang lebih dari asisten kepada praktikan agar praktikan bisa lebih memperhatikan tanamannya dan dan agar praktikan tidak hanya ke lahan untuk foto-foto saja.
DAFTAR PUSTAKA
Calvin. 2016. Pengertian Mulsa Fungsinya Serta Jenis-jenis Mulsa yang Mudah di Dapat. Pada situs http://www.kebunpedia.com/threads/pengertian-mulsa-fungsinya-serta-jenis-jenis-mulsa-yang-mudah-didapat.4695/. Di akses pada tanggal 8 April 2017 pukul 12.27 WITA: Makassar.
Gambar 1. Kegiatan membuat bedengan
Gambar 2. Kegiatan pencampuran pupuk kandang pada bedengan
Gambar 3. Kegiatan pemberian mulsa organik
Gambar 4. Kegiatan pemasangan mulsa plastik
Gambar 5. Kegiatan pelubangan mulsa plastik
Gambar 6. Kegiatan penyemaian benih
Gambar 7. Kegiatan penanaman bibit
Gambar 8. Kegiatan pemberian furadan pada lubang tanaman
Friday, September 25, 2015
Ruang Publik Jalanan di Kota Daeng
Ruang publik kota merupakan elemen kota memiliki peran yang sangat penting salah satunya di kota Makassar. Ruang publik kota Makassar yang paling umum di gunakan adalah jalanan. Makassar yang lebih di kenal dengan kota Daeng kini mulai di soroti berbagai kalangan karena menjadi kota termacet kedua di Indonesia, Mengapa demikian?Macet disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan dan pertambahan jumlah jalan di kota Makassar, pertambahan jumlah kendaraan meningkat dengan pesat sementara pertambahan jalan bisa dikatakan tidak ada pertambahan yang signifikan. Selain itu, faktor yang turut berperan dalam kemacetan adalah banyak pengendara yang tidak disiplin dan tidak mematuhi peraturan berlalu lintas serta jumlah penduduk kota Makassar yang semakin banyak yang sebagian besar adalah Mahasiswa/mahasiswi yang melangsungkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Makassar.
Rasa gerah di karenakan teriknya pancaran sinar matahari di kota daeng menambah ketidaktahanan para pengendara yang mengalami kemacetan semakin tegang dan letih, sungguh tidak mengherankan jika para pengendara saling membunyikan klakson kendaraannya karena tidak tahan dengan kondisi cuaca yang demikian. Alih-alih ternyata penyebab lain dari kemacetan di kota daeng adalah banyaknya jumlah angkot atau yang lebih di kenal dengan sebutan pete-pete. Pete-pete yang jumlahnya benar-benar membludak menjadikan jalanan di kota makassar ditambah supir pete-pete yang tidak mau di kalah, semua badan jalan di penuhi bahkan sampai 4 jajar di jalanan. Namun di tahun 2015 beruntungnya Pemkot Makassar sudah mulai mengurangi jumlah pete-pete dan menggantinya dengan Bus.Meskipun jumlah pete-pete berkurang tapi jalanan di Makassar masih saja macet semoga saja ada tindak lanjut dari Pemkot Makassar lagi.
Ruang publik kota Makassar yang bisa diakses umum mungkin hanya berupa jalanan. Sementara ruang publik lain semacam trotoar pun telah jadi ajang perebutan atau pertarungan modal dan kuasa. Sampah yang berserakan dimana-mana, debu bertebaran, macet berkilo-kilo meter, panas menjadikan kota Daeng terlihat seperti kota yang benar-benar buruk, padahal konsep ekspresi di ruang publik seharusnya selalu dapat dipertanggungjawabkan. Hal corat-coret sendiri memang tidak bisa ditiadakan begitu saja. Visual di ruang publik selama tidak memaksa kearifan masyarakatnya sebenarnya bukan persoalan. Banyak orang yang menyayangkan karena komersialisasi ruang publik di Makassar berjalan sangat pasif.
#hhd2015 #kemenpupr #Ruangpublik #Makassar
Sunday, September 6, 2015
MENINGKATKAN SDM INDONESIA AGAR SEJAJAR DENGAN NEGARA MAJU
Sumber daya manusia Indonesia merupakan salah satu serpihan bagian dari tujuan untuk berproses dalam pembangunan nasional Negara Indonesia guys . Oleh sebab itu, ide-ide briliant tentang pembangunan yang telah berkembang di negara kita ini sangat dipengaruhi oleh kesadaran kita sebagai warga negara yang kian kuat sehingga tidak terpalingkan oleh keikutsertaan bangsa kita dalam proses global yang sedang berjalan .
Dalam proses perjalanan mengembangkan SDM di negara kita yang tercinta ini, memang akan ada banyak tantangan yang harus dihadapi karena hidup ini memang penuh tantangan guys . Sebagai tantangan awal yaitu jumlah penduduk yang ada di negara kita ini sangat membeludak sekitar 218 juta jiwa hampir memenuhi seluruh daratan Indonesia. Sebagai runner up kepadatan penduduk di kota-kota besar menjadi tantangn kedua lo guys, ini disebabkan tingginya tingkat keinginan penduduk untuk tinggal di kota-kota besar terutama di ibu kota negara yaitu Jakarta.Nah di peringkat ketiga yaitu luas wilayah indonesia yang meliputi sekitar 18.000 pulau dengan penyebaran penduduk yang terpisah-pisah dan tidak merata.
menurut pendapat saya hal yang perlu di lakukan untuk meningkatkan SDM Indonesia agar sejajar dengan negara maju yaitu pertama meningkatkan kualitas Pendidikan yang di berikan kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini dan menerapkan ilmu yang diperoleh untuk kehidupan sehari-hari sehingga tidak ada lagi pembodohan untuk melahirkan generasi yang cerdas, yang kedua menanamkan prinsip norma-norma kehidupan yang baik agar dapat meningkatkan kualitas SDM dalam keluarga. dari kedua hal di atas sangat penting diterapkan sebab untuk meningkatkan kualitas SDM negara kita tidak hanya untuk meningkatkan daya saing di dalam maupun diluar negeri, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan penghasilan bagi masyarakat.
Monday, August 24, 2015
Bahasa dan Sastra Indonesia: KAU BAHASAKU
Bahasa dan Sastra Indonesia: KAU BAHASAKU: Karya: Ika Ratih Yuli Purnama Kau lahir dari tetesan darah juang Kau hidup di antara basah dan keringnya negeri ini Kau ber...
Tuesday, May 12, 2015
Psikologi Perkembangan : Behaviorisme
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori behaviorisme merupakan salah satu bidang kajian psikologi eksperimental yang kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan. Meskipun dikemudian hari muncul berbagai aliran baru sebagai reaksi terhadap behaviorisme, namun harus diakui bahwa teori ini telah mendominasi argumentasi tentang fenomena belajar manusia hingga penghujung abad 20.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Ivan Petrovich Pavlov tentang Behaviorisme?
2. Bagaimana pandangan Edward Lee Thorndike tentang Behaviorisme?
3. Bagaimana pandangan Burrhus Frederick Skinner tentang Behaviorisme?
4. Bagaimana pandangan John B.Watson tentang Behaviorisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pandangan Ivan Petrovich Pavlov tentang Behaviorisme?
2. Untuk mengetahui apa pandangan Edward Lee Thorndike tentang Behaviorisme?
3. Untuk mengetahui apa pandangan Burrhus Frederick Skinner tentang Behaviorisme?
4. Untuk mengetahui apa pandangan John B.Watson tentang Behaviorisme?
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BEHAVIORISME
Apabila di Jerman timbul aliran strukturalisme, dan di Amerika timbul aliran fungsionalisme(James), maka di Rusia timbul aliran behaviorisme. Semula aliran behaviorisme timbul di Rusia tetapi kemudian berkembang pua di Amerika, dan merupakan aliran yang mempunyai pengaruh cukup lama.
1. IVAN PETROVICH PAVLOV (1849-1936)
Bapak teori belajar modern adalah ivan petrovich Pavlov (1849-1936) yg lahir di Ryazan, rusia, putra seorang pendeta desa. Aliran psikologi di Rusia di pelopori oleh Ivan Petrovich Pavlov, dan dikenal sebagai aliran behaviorisme di Rusia. Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada umumnya. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yang dubious, sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata.
Menurut Pavlov aktivitas organisme dapat dibedakan atas:
1. Aktivitas yang berisfat refleksi, yaitu aktivitas organism yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respons tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
2. Aktivitas yang disadari, yaitu aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini merupakan respons atas kemauan sebagai suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organism itu sampai dipusat kesadaran, dan barulah terjadi suatu respons. Dengan demikian maka jalan yang ditempuh oleh stimulus dan respons atas kesadaran lebih panjang apabila dibandingkan dengam stimulus dan respons yang tidak disadari, atau respons yang refleksif.
Berkaitan dengan hal tersebut Pavlov sangat memusatkan perhatiannya pada masalah reflex, karena itu pula psikologi Pavlov sering disebut sebagai psikologi reflex atau psychoreflexology.
Pada mulanya pemikiran dan eksperimen Pavlov hanya terbatas di Rusia, tetapi juga menyebar di Amerika, terutama bagi para ahli yang menolak digunakannya metode introspeksi dalam psikologi, karena dengan introspeksi tidak dapat diperoleh data yang objektif. Pavlovi ingin merintis ke objective psychology,karena itu metode introspeksi tidak digunakan. Ia mendasarkan eksperimennya atas dasar observed facts, pada keadaan yang benar-benar dapat diobservasinya. Eksperimen Pavlov ini banyak pengaruhnya pada masalah belajar, misalnya pada pembentukan kebiasaan (habit formstion).
Pavlov dalam eksperimennya menggunakan anjing sebagai binatang cobaan. Anjing dioperasi sedemikian rupa, sehingga apabila air liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang telah disediakan. Menurut Pavlov apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengeluarkan air liur, ini merupakan respons yang alami, respons yang refleksi, yang disebut sebagai respons yang tidak berkondisi (unconditioned reponse) yang diseingkat dengan UCR.
Apabila anjing mendengar bunyi bel dan kemudian menggerakkan telinganya, ini juga merupakan respons yang alami. Bel sebagai stimulus yang tidak berkondisi (unconditioned stimulus) atau UCR dan gerak telinga sebagai UCR. Persoalan yang dipikirkan Pavlov adalah apakah dapat dibentuk pada anjing suatu perilaku atau respons apabila anjing mendengar bunyi bel lalu mengeluarkan air liur. Hal inilah yang kemudian diteliti secara eksperimental oleh Pavlov. Ternyata perilaku tersebut dapat dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi (conditioned stimulus) atau CS berulangkali, hingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi (conditioned response) atau CR, yaitu keluarnya air liur sekalipun stimulus yang wajar, yaitu makanan tidak diberikan. Hal tersebut apabila digambarkan akan terlihat sebagai berikut :
CS1 + UCS1----------------------------------------------------------------- R1 (UCR)
CS2 + UCS2----------------------------------------------------------------- R2 (UCR)
CS3 + UCS3----------------------------------------------------------------- R3 (UCR)
CS4 + UCS4------------------------------------------------------------------R4 (UCR)
CSn-1+UCSn-1--------------------------------------------------------------Rn-1 (UCR+CR)
CSn(CS)----------------------------------------------------------------------Rn (CR)
Dalam eksperimen ini, hasil pada akhirnya bunyi bel berkedudukan sebagai stimulus yang berkondisi (CS) dan mengeluarkan air liur sebagai respons berkondisi(CR). Apabila bunyi bel (CS) diberikan setelah diberikan makanan (UCS), maka tidak akan terjadi respons yang berkondisi tersebut. Hal ini telah dibuktikan pula secara eksperimental oleh Krestovnikov teman Pavlov (Garret, 1958). Salah satu persoalan yang lain ialah apabila tela terbentuk respons berkondisi apakah daoat dikembnalikan ke keadaan semula. Ternyata setelah diadakan eksperimen hasilnya menunjukkan bahwa hal tersebut dapat, yaitu dengan cara diberikan stimulus berkondisi (CS) berulang-ulang tanpa disertai makanan sebagai reinforcement, sehingga pada akhirnya terbentuklah pada anjing bahwa aning tidak lagi mengeluarkan air liur apabila mendengar bunyi bel. Ini berarti anjing kembali ke keadaan semula, yaitu pada keadaan sebelum terjadinya respons berkondisi. Keadaan ini yang disebut sebagi experimental extinction. Tetapi apabila dalam keadaan seperti itu kemudian sekali waktu diberikan lagi makanan sebagai reinforcement, maka akan terjadi lagi respons berkondisi secara cepat, dan ini yang disebut sebagai spontaneous recovery.
Konsep-konsep dasar Pavlov
Paradigma pengondisian klasik.
Dalam sebuah eksperimen yg khas behavioris (pavlov, 1928) seekor anjing ditaruh beberapa saat disebuah kurungan diruang gelap kemudian sebuah lampu kecil dinyalakan diatasnya. Setelah 30 detik, sejumlah makanan diletakkan dimulut anjing, membangkitkan rileks air liur. Prosedur ini diulang beberapa kali—setiap kali makanannya diberikan bersama-sama dengan cahaya lampu. Setelah beberapa saat, cahaya lampu yg awalnya tidak berkaitan dengan air liur, dapat membuat air liur si anjing keluar saat melihat lampu dinyalakan. Si anjing dikatakan telah dikondisikan untuk merespon cahaya.
Dalam istilah Pavlov (1927) pemberian makanan merupakan stimulus yang tidak dikondisikan (unconditioned stimulus, US) Pavlov tidak perlu mengkondisikan si hewan untuk mengeluarkan air liur jika melihat makanan. Sebaliknya, cahaya lampu merupakan stimulus yg dikondisikan (conditioned stimulus, CS) efeknya perlu dikondisikan terlebih dahulu. Air liur terhadap makanan disebut reflex yg tidak dikondisikan (unconditioned reoflex, UR), sedangkan air liur terhadap cahaya disebut reflex yang dikondisikan (conditioned reflex, CR). Proses seperti ini disebut pengondisian klasik (classical conditioning). Didalam eksperimen tersebut CS muncul sebelum US, Pavlov mematikan lampu, membiarkan ruangan gelap, sebelum memberikan si anjing makanan.
Proses yang ditemukan oleh Pavlov, dimana perangsangan yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat, akan menyebabkan suatu reaksi. Perangsangan netral tadi disebut perangsangan bersyarat atau terkondisionir, yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus). Penguatnya adalah perangsang tidak bersyarat, atau US (Unconditioned stimulus). Reaksi alami (biasa) atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR (conditioned response).
Melalui paradigm kondisioning klasiknya, Pavlov memperlihatkan betapa anjing dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsangan semula (makanan), melainkan terhadap rangsangan berupa bunyi. Hal ini terjadi bilamana pada waktu memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsangan yang menimbulkan air liur, dibarengi dengan membunyikan lonceng atau bel berkali-kali, akhirnnya anjing akan mengeluarkan air liur bilamana mendengarkan bunyi atau bel, sekalipun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan. Disini terlihat bahwa rangsangan makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk memperlihatkan jawaban yang sama, yakni pengeluaran air liur.
Paradigma kondisioning klasik ini menjadi paradigma bermacam-macam pembentukan tingkah laku yang merupakan rangkaian dari yang satu kepada yang lain. Kondisioning klasik ini berhubungan pula dengan susunan syaraf tak sadar serta otot-ototnya. Dengan demikian, jawaban emosional merupakan sesuatu yang terbentuk melalui kondisioning klasik.
Kemudian Pavlov menemukan sejumlah prinsip pengondisian lain, beberapa diantaranya sebagai berikut:
kepunahan (extinction). Sebuah stimulus yang dikondisikan, sekali diciptakan, tidak mesti bekerja selamanya. Pavlov menekankan meskipun dia bisa membuat cahaya sebagai stimulus yang dikondisikan bagi keluarnya air liur, namun jika menyalakan lampu itu saja beberapa kali tanpa memberi si anjing makanan, maka cahaya akan kehilangan efeknya sebagai stimulus yag dikondisikan. Tetesan air liur makin berkurang sampai akhirnya tdk keluar sama sekali. Dititik ini kepunahan terjadi (Pavlov, 1928).
Pavlov juga menemukan bahwa meskipun reflex yang dikondisikan tampaknya hilang, dia bisa juga mengalami pemulihan spontan. Didalam sebuah eksperimen (1927) seekor anjing dilatih untuk mengeluarkan air liur hanya dengan melihat makanan — stiumulus yg dikondisikan (CS). (awalnya si anjing baru mengeluarkan air liur hanya jika makanan sudah berada dimulutnya. Kemudian , CS sendiri disajikan dalam interval tiga menitan sebanyak enam kali percobaan, dan pada percbaan keenam, si anjing tidak lagi mengeluarkan air liur. Jadi tampaknya respon ini sudah mengalami kepunahan. Namun demikian setelah 2 jam istirahat, penyajian CS sendiri sekali lagi bisa menghasilkan jumlah air liur yang cukup banyak. Artinya, respon menunjukkan pemulihan spontan.
Akan tetapi, apabila eksperimen ini diteruskan meskipun respons sudah hilang, tanpa memberi jeda waktu untuk memperbaiki stimulus yang dikondisikan (CS) menjadi stimulus yang tidak dikondisikan (US), maka efek pemulihan spontan ini tampaknya memang akan hilang selamanya.
Generelasasi stimulus (stimulus generalization). Meskipun sebuah reflex sudah dikondisikan hanya untuk satu stimulus, ternyata bukan hanya stimulus itu yang bisa memunculkannya. Respons tampaknya bisa membangkitkan juga sejumlah stimulus serupa tanpa pengondisian lebih jauh (Pavlov, 1928).
Pemilihan (discrimination). Generalisasi awal stimulus ini secara bertahap membuka jalan bagi proses pembedaan. Jika anjing terus dibiarkan mendengar suara bel yang berbeda-beda nadanya (tanpa menyajikan makanan dihadapannya), maka sianjing mulai merespon secara lebih selektif, mebatasi responnya hanya kepada nada yang paling mirip dengan CS orisinil. Dan juga secara aktif menghasilkan pembedaan dengan menggandengkan satu nada dengan makanan, sementara nada lain tanpa disertai makanan. Ini biasa disebut sebagai eksperimen tentang pemilihan stimulus (Pavlov, 1927).
Tingkat pengondisian yang lebih tinggi. Akhirnya, Pavlov menunjukkan bahwa sekali kita dapat mengondisikan seeokor anjing secara solid kepada CS tertentu, maka dia kemudian bisa menggunakan cs itu untuk menciptakan hubungan dengan stimulus lain yang masih netral.
2. EDWARD LEE THORNDIKE (1874-1949)
Thorndike dilahirkan di Williamsburg pada tahun 1874. Ia mempelajari bukunya James mengenai “Principles of Psychology” yang sangat menarik baginya, dan kemudian Thorndike menjadu teman baik James. Thorndike merupakan tokoh yang mengadakan penelitian mengenal animal psychology. Penelitiannya mengenai hewan diwujudkan dalam disertai doktornya yang berjudul “Animal Intelligence An Experimental Study of the Associative”, yang diterbitkan pada tahun 1911 dengan judul “Animal Intelligence” (Hergenhan,1976). Dalam buku ini tercermin ide-ide fundamental Thorndike, termasuk pula teorinya tentang belajar.
Menurut Thorndike asosiasi antara sense of impression dan impuls to action, disebutny sebagai koneksi atau connetion, yaitu usaha untuk menggabungkan antara kejadian sensoris dengan perilaku. Thorndike menitikberatkan pada aspek fungsional dari perilaku, bahwa proses mental dan perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri organism terhadap lingkungannya. Karena itu Thorndike diklasifikasikan sebagai behavioris yang fungsional, berbeda dengan Pavlov sebagai behavioris yang asosiatif.
Menurut Thorndike dasar dari belajar adalah trial and error atau secara asli disebutnya sebagai learning by selecting and connecting. Thorndike mengajukan pengertian tersebut dari eksperimenya dengan puzzle box. Atas dasar pengamatannya terhadap bermacam-macam percobaan, Thorndike sampai pada kesimpulan bahwa hewan itu menunjukkan adanya penyesuaian diri sedemikian rupa sebelum hewan itu dapat melepaskan diri dari box. Selanjutnya dikemukakan bahwa perilaku dari semua hewan coba itu praktis sama, yaitu apabila hewan coba- dalam hal ini kucing yang digunakannya- dihadapankan pada masalah, ia dalam keadaan discomfort dan dalam memecahkan masalahnya dengan trial and error atau coba salah.
Kucing yang dilaparkan dimasukkan dalam bos dan makanan ditaruhkan diluar box. karena kucing dalam keadaan lapar maka kucing akan berusaha mendapatkan makanan tersebut. Ia mencakar-cakar, melompat-lompat hingga pada suatu waktu perilakunya mengenai tali yang dapat membuka pintu box. Dengan pintu terbuka, kucing keluar untuk mendapatkan makanan. Eksperimen tersebut diulangi berulang-ulang, dan ternyata makin sering dicoba, kucing makin cepat keluar dari box. Hal in dapat dilihat pada gambar berikut.
Dari eksperimennya Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum yang sering dikenal dengan hokum primer dalam hal belajar, yaitu:
1. Hukum kesiapan (the law of readiness)
2. Hukum latihan (the law of exercise)
3. Hukum efek (the law of effect)
Menurut Thorndike belajar yang baik harus adanya kesiapan dari organisme yang bersangkutan. Apabila tidak adanya kesiapan, maka hasil belajarnya tidak akan baik. Secara praktis hal tersebut dapat dikemukakan bahwa:
1. Apabila pada organisme adanya kesiapan untuk melakukan sesuatu aktivitas dan organisme itu dapat melaksanakan kesiapannya itu, maka organism tersebut akan mengalami kepuasan.
2. Apabila organism mempunyai kesiapan untuk melakukan sesuatu aktivitas, tetapi organism itu tidak dapat melakukannya , maka organisme itu akan mengalami kekecewaan atau frustasi.
3. Apabila organism itu tidak mempunyai kesiapan untuk melakukan suatu aktivitas, tetapi disuruh melakukannya, maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Mengenai hukum latihan oleh Thorndike dikemukakan adanya dua aspek, yaitu (1)the law of use, dan (2)the law of disuse. The law of use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi kuat apabila sering digunakan. The law of disuse, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi lemah apabila tidak ada latihan.
Mengenai hukum efek Thorndike berpendapat bahwa memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respons tergantung pada bagaimana hasil dari respons yang bersangkutan. Apabila sesuatu stimulus memberikan hasil yang memuaskan atau menyenangkan, maka hubungan antara stimulus dan respons itu akan menjadi kuat, demikian sebaliknya apabila hasil menunjukkan hal yan tidak menyenangkan, maka hubungan antara stimulus dan respons. Dengan kata lain apabila sesuatu stimulus menimbulkan respons yang membawa reward hubungan antara stimulus dan respons (S-R) menjadi kuat, demikian sebaliknya. Hukum efek ini sebenarnya didasarkan pada hukum asosiasi lama, yaitu hukum frekuensi dan hukum kontiguitas sebagai determinan kuat tidaknya hubungan stimulus dan respons. Walaupun Thorndike menerima hukum frekuensi dan hukum kontiguitas namun Thorndike menambahkan bahwa konsekuensi dari respons itu akan ikut berperan sebagi determinan kuat lemahnya asosiasi antara stimulus dan respons.
Hukum yang dikemukakan Thorndike tersebut merupakan hukum belajar yang sampai sekarang masih bertahan sekalipun Thorndike mengadakan revisi mengenai hukumnya tersebut pada tahun 1929 dalam international congress of pysichology di New Heaven. Karena itu teori Thorndike srering dikenal dengan teori sebelum tahun 1930 dan selesai tahun 1930. Yang direvisi menyangkut hukum latihan dan hukum efek. Menurut pandangan Thorndike yang baru bahwa semata-mata karena ulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan antara stimulus dan respons namun demikian Thorndike tetap mempertahankan pendapatnya bahwa latihan mengakibatkan adanya kemajuan. Namun ini tidak berarti bahwa tidak adanya latihan akan menyebab keluapan, hubungannya.
Mengenai hukum efek Thorndike kemudian berpendapat bahwa stimulus yang menimbulkan respons yang menyenangkan atau memuaskan akan memperkuat hubungan stimulus respons (S-R), tetapi stimulus yang menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Misalnya hukum tidak akan membawa penurunan hubungan stimulus respons. karena itu hukumnya yang baru menyatakan bahwa reward akan meningkatkan kuatnya hubungan stimulus respons, sedangkan punishment belum tentu menfakibatkan efek menurunnya hubungan S-R. Karena itu reward dan punishment tidak menunjukkan efek yang simetris (Hergenhahn, 1976).
3. BURRHUS FREDERICK SKINNER (1 904-1990)
B.F Skinner (1905-1990) tumbuh disebuah kota kecil di Susquehanna ,Pennsylvania. Ketika anak pertamanya lahir, dia memutuskan untuk membuat sendiri tempat tidur bayi model baru yang penuh improvisasi. Tempat tidur bayi ini, yang kemudian disebut orang ‘’boks bayi’’ skinner.
Skinner adalah seorang tokoh dalam kondisioning operan seperti halnya Thorndike, sedangkan Pavlov adalah tokoh dalam kondisioning klasik. bukunya yang berjudul “The Behavior of Organism” yang diterbitkan dalam tahun 1938 memberikan dasar dari sistemnya. Bukunya yang berjudul “Science and Human Behavior” yang terbit tahun1953 merupakan buku tesknya untuk behavior psychology.
Skinner membedakan perilaku atas:
1. Perilaku yang alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai respondent behavior (Hergenhahn, 1976), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang bersifat refleksif.
2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan oleh organism itu sendiri. Perilaku operan belum tentu didahului oleh stimulus dari luar.
Berkaitan dengan adanya perilaku yang responden dan perilaku yang operan, maka ada kondisioning responden dan kondisioning operan. Dalam hal ini Skinner ada pada kondisioning operan. Percobaan Skinner tidak jauh berbeda dengan percobaan Thorndike. Skinner menggunakan tikus sebagai hewan coba, sedangkan Thorndike menggukanan kucing sebagai hewan coba.
Menurut Skinner ada dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning operan, yaitu (1) Setiap respons yang diikuti oleh reward- ini bekerja sebagai reinforcement stimuli- akan cenderung diulangi, dan (2) reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate) terjadinya respons. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa reward merupakan sesuatu yang meningkatkan probilitas timbulnya respons. Dalam kondisioning operan tekanan pada respons atau perilaku dan konsekuensinya. Dalam kondisioning operan organisme harus membuat respons sedemikian rupa untuk memperoleh reinforcement yang merupakan reinforcement stimuli. Di sini letak perbedaan pokok antara kondisioning klasik dengan kondisioning operan. Pada kondisioning klasik organism tidak perlu membuat respons atau aktivitas untuk memperoleh reward atau reinforcement.
Menurut Skinner, reinforcement itu ada (a) reinforcement positif dan (b) reinforcement negatif. Reinforment positif yaitu reinforcement apabila diperoleh akan meningkatkan probilitas respons, sedangkan reinforcement negatif yaitu sesuatu apabila ditiadakan dalam situasi akan meningkatkan probilitas respons. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa reinforcement negatif itu sebenarnya adalah hukuman atau punishment. Namun demikian, menurut Skinner yang dimaksud dengan hukuman itu dapat (1) menyingkirkan reinforcement positif dan (2) mengenakan reinforcement negatif.
Menurut Skinner, baik reinforcement positif maupu negatif, ada yang primer dan sekunder, Reinforcement primer adalah berkaitan dengan keadaan yang alami, misalnya makanan merupakan reinforcement positif primer, dan aliran listrik merupakan reinforcement negatif primer (dalam eksperimen Skinner). Reinforcement positif sekunder misalnya bunyi bel- karena bunyi bel merupakan fore signal datangnya makanan-, dan sinar lampu sebagai reinforcement negatif sekunder karena sinar lampu sebagai fore signal datangnya aliran listrik (dalam eksperimen Sekunder).
Skinner mengemukakan bahwa, perilaku itu merupakan perilaku-perilaku yang lebih kecil atau lebih sederhana. Misalnya untuk dating ke sekolah tidak terlambat, maka ini merupakan rangkaian perilaku bangun lebih pagi, mandi lebih pagi, dan setreusnya. Karena itu untuk membentuk perilaku baru, perlu perilaku tersebut dianalisis menjadi perilaku-perilaku yang lebih kecil dan juga dianalisis mengenai reward yang akan digunakannya, yang pada akhirnya reward hanya dilberikan pada perilaku yang ingin dibentuk. Apabila sebagian perilaku sudah terbentuk, maka pemberian reward kemudian bergeser pada perilaku berikutnya, demikian seterusnya, hingga terbentuk perilaku yang ingin dibentuk. Misalnya untuk membentuk perilak tidak terlambat datang ke sekolah. Anak bangun lebih pagi, diberi hadiah atau reward. Apabila telah terbentuk perilaku anak bangun lebih pagi, kemudian hadiah diberikan setelah anak mandi. Apabila anak mandi lebih pagi telah terbentuk, maka hadiah diberikan pada perilaku berikutnya yang akan dibentuk, demikian seterusnya, yang pada akhirnya hadiah hanya diberikan kala perilaku yang ingin dibentuk telah terbentuk, misalnya anak tidak datang terlambat kesekolah. Ini yang disebut dengan metode shaping dari Skinner.
Model operan
Seperti Watson pendahulunya, skinner adalah seoang behavioris yang ketat. Dia percaya kalau psikologi mestinya menjadi rujukan bagi kondisi-kondisi mental yang tidak bisa diketahui secara umum (seperti tujuan atau kehendak) meskipun begitu, psikologi harus membatasi diri hanya dengan membpelajari tingkah laku yang tampak(bisa diamati) dan seperti Watson juga, skinner merupakan seorang environmentalis. Meskipun dia mengakui kalau organisme masuk kedalam dunia dengan anugerah genetic tertentu, dia lebih peduli kepada cara lingkungan mengontrol tingkah laku.
Berbeda dari Watson, model utama pengondisian skinner bukan pavlovian. Menurut skinner, espons-respons yang dipelajari Pavlov, paling baik jika dianggap sebgai responden saja. Ini adalah respons-respons yang secara otomatis ‘diperoleh’ lewat stimuli yang sudah dikenal.
Justru kelas tingkah laku kedua yang paling menarik bagi skinner, disebutnya operan. Didalam tingkah laku operan, hewan tidak terkekang didalam kurungan, seperti anjing-anjing Pavlov, melainkan bergerak bebas dan beroperasi dilingkungannya. Bagi skinner tingkah laku dikontrol oleh penguatan stimuli yang mengikutinya (skinner,1938). Dua model ini, responden dan peran, bisa dilihan diagramnya pada figure 8.1 berikut ini:
CS S1 R
US R ?
figure 8.1
pengondisian responen dan peran. Didalam pengondisian responden (pavlovian), stimuli mendahuliu respns dan otomatis memunculkannya. Didalam pengondisian operan, stiumi awal tidak selalu bisa diketahui; organimse hanya sekedar memancarkan respon-respns yang dikontrol oleh pengutan stimuli(SRS) yang mengikutinya.
B.F.Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa mengembangkan teori perilaku dari Watson. Pandangannya tentang kepribadian disebut dengan “behaviorisme radikal”. Behaviorisme menekankan studi ilmiah tentang respons perilaku yang dapa diamati dan determinan lingkungan. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku. Oleh karena itu para behvioris dengan pengalamn-pengalaman lingkungan.
Skinner mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan operant conditioning. Pengkondisian operan adalah suatu bentuk behviorisme deskriptif, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalu studi mengenai belajar secara operan.Operan (operant) adalah suatu reaksi pancaran (limite response) sebagai kontras dari responden (respondents), yaitu satu kelas tingkah laku yang dipelajari dengan teknik kondisioning Pavlovian. Sebagai perangsang yang membangkitkan.
Dengan demikian, kalau pada kondisioning klasik melibatkan tingkah laku yang muncul sebagai akibat pemberian stimulus penguat (reinforcement), maka pada kondisioning klasik, penguatan yang dilakukan berulang-ulang menghasilkan jawaban (tingkah laku), sedangkan pada kondisioning operan jawaban atau tingkah lakulah yang menimbulkan penguat.
Untuk mendemonstrasikan pengkondisian operan di laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah kotak, yang disebut “kotak Skinner”. Dalam kotak Skinner tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivita apa saja, berjala, ke sana ke mari menelajahi keadaan sekitar. Dalam aktivitasnya itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin sedkit aktivitas yang dilakukan unttuk menyentuk tuas dan memperoleh makanan. Disini tikus mempelajari hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan oleh tikus. Bilamana makanan tidak keluar (tidak ada hadiah), maka hubungan ini lama-lama mengendor dan menghilang.
Prinsip-prinsip pengondisian
Penguatan dan kepunahan (reinforcement and extinction). Skinnerian telah memperlihatkan sejumlah eksperimen yang menunjukkan kalau tingkah laku manusia, dimulai sejak masa bayi, bisa dikontrol dengan memperkuat stimuli. Beberapa penguatan, seperti makanan atau penghilang rasa sakit, menajadi penguatan utama karena memiliki sifat-sifat penguatan yang alamiah. Stimuli penguatan lainnya, seperti senyum, pujian atau perhatian orang dewasa, merupakan penguatan yang dikondisikan, efektivitasnya muncul dari seringnya penguatan ini berkaitan dengan penguatan utama (skinner,1953).
Tingkah laku operan seperti tingkah responden, bisa juga mengarah pada kepunahan (1953). tingkah laku operan yang punah tampaknya juga bisa dipulihkan secara spontan.
Penguatan harus bersifat segera (immediacy of reinforcement).
Skinner (1953) menemukan bahwa pada awalnya dia sanggup menciptakan respons dengan kecepatan yang tinggi sewaktu dia terus memperkuat respon-respons tersebut.
Stimuli pembeda (discriminative stimuli)
Kita sudah menguraikan kalau pengondisian operan bisa dideskripsikan tanpa acuan apa pun kepada stimuli awal. Ini benar, namun tidak berarti stimuli itu tidak penting. Stimuli yang mendahului respons bisa juga memperoleh kontrol yang penting atasnya.
Meskipun stiimuli pembeda dapat menjadi pengontrol yang baik, namun harus ditekankan kalau pengontrolan ini tidak berjalan otomatis seperti yang terjadi pada pengondisian responden.
Generalisasi. Didalam pengondisian operan, seperti pada pengondisian responden, muncul proses mengatakan ‘papa’ jika melihat ayahnya, namun tidak jika yang muncul ibu atau saudaranya.si ayah telah menjadi stimulus pembeda. Namun jadi tidak lumrah jika sigadis kecil mengatakan ‘papa kepada setiap pria yang dilihatnya, seperti orang asingdijalan. Stimulasi seperti ini dikatakan mengalami generalisasi. Orang tuantya sekarang harus mengajarkan dia membuat pembedaan dengan lebih baik.g sam (lovaas, 1977,h.122-133).
Dengan cara yang sama, kita bisa mengamatigenerelisasi respon. Kalau anak diperkuat saat menggunakan salah satu bagian ucapan, kata jamak contohnya, mereka mulai mengucapkan semuanya dalam bentuk jamak meskipun mereka belum menerima penguatan bagi kata-kata tertentu ini. Penguatan memengaruhi bukan hanya respon-respon khusus namun juga kelas respon umum yang sama (lovaas, 1977,h.122-133).
Pembentukan. Tingkah laku operan tidak langsung diperoleh dalam satu paket latihan. Biasanya dia dipelajari secara bertahap, sedikit demi sedikit. Bahkan untuk mengajarkan seekor merpati mematuk-matuk piring yang di tempel di dinding, seperti diuraikan Skinner (1953,h.92), harus dibentuk secara bertahap. Pertama-tama, kita memberikan merpati makanan dengan menaruhnya kearah titik yang diinginkan. Tindakan ini akan meningkatkan frekuensi tingkah lakunya. Kemudian kita tetap menaruh makanan ditempat yang sma sampai merpati memosisikan tubuh kearah yang benar. Kemudian kita terus menerus memperkuat posisi untuk semakin dekat dengan titik tersebut, sampai akhirnya merpati menatapnya. Pada saat ini kita bisa mulai memperkuat gerakan kepalanya, pertama-tama memberinya makanan untuk setiap gerakan maju ketitik tersebut, dan akhirnya memperkuat si merpati hanya jika dia sungguh-sungguh mematuk-matuk titik tersebut. Lewat prosedur ini, kita secara bertahap kita dapat membentuk respons yang diinginkan. Pembentukan respon semacam ini bisa juga disebut ‘metode penepatan’,karena penguatan dibuat terus menerus bagi penetapan yang lebih baik terhadap respon yang diinginkan. Kita mungkin harus mengajarkan banyak kemampuan manusia lewat proses pembentukan setahap demi setahap.
Rantai tingkah laku. Meskipun tinkahlaku dapat sedikit demi sedikit, namun dia juga bisa brerkembang menjadi rantai-respons yang lebih panjang dan terintegrasi. Contohnya, memukul dalam permainan baseball melibatkan memungut tongkat, menggenggam tongkat, berdiri, mengamati gerakan pelempar bola, mengayunkan tongkat,berlari ke base, dan seterusnya. Skinnerian berusaha menguji setiap langkah berdasarkan penguatan dan stimuli ini.gerakan memungut tongkat diperkuat denagn memungutnya, yang juga berfungsi sebagai stimulus bagi tindakan berikutnya, menggemgam tongkat denagn benar. Sekali tongkat sudah berada ditangan, siapapun bisa memperoleh ‘perasaan’ tertentu yang bis adirasakan sebagai genggaman yang benar. ‘perasaan ‘ ini adalah penguatan, dan juga sinyal bagi tindakan berikutnya, menahan tongkat diatas bahu. Setelah itu, sensasi dari tongkatpersegi yang bisa memukul bola menjadi penguatan bagi pengayun tongkat, dan itu juga menjadi sinyal bagi tindakan berikutnya, lari ke base. Saat anak menjadi pemukul yang lebih baik, seluruh urutan ini sering kali ditunjukkan dengan cara yang lebih halus dan terintegrasi (lihat reynolds,1968,h.53-56;Munn dkk, 1974,h.220-224; dan Schwartz, 1984, untuk penelitian mengenai urutan-urutan rantai tingkah laku ini).
Jadwal penguatan. Skinner (1953, h.99) mengamati kalau tingkah laku kita sehari-hari jarang diperkuat secara berkesinambungan, (continuously) sepanjang waktu, malahan sebaliknya, tingkah laku diperkuat hanya sebentar-sebentar (intermittently) saja. Kita tidak menemukan salju yang bagus setiap kali kita pergi berski atau menemukan kegembiraan setiap kali kita pergi kepesta. Karena itu, Skinner mempelajari efek-efek dari penjadwalan penguatan sebentar-sebentar yang dialkukan secara berbeda.
Pengutan sebentar-sebentar umumnya dilakukan berdasarkan-istilah-istilah Skinner-penjadwalan fied-interval, dimana organisme menerima penghargaan terhadap respon pertama setelah periode waktu tertentu. Contohnya, merpati menerima makanan setelah mematuki piring, namun harus menunggu lagi 3 menit sebelum patukannya diberikan penghargaan, kemudian penghargaan diberikan setelah 3 menit dan seterusnya. Kecepatan respon terhadap penjadwalan seperti ini umumnya rendah. Kecepatan yang lebih tinggi dihasilkan dari penjadwalan fied-ratio, seperti ketika merpati selalu memperoleh makanan setelah patukan ke lima. Namun, begitu, kedua jenis penjadwalan ini baru mencapai kepenuhan respons setelah mendapat penguatan, seolah-olah organisme tahu dia harus menempuh jalan panjang terlibih dahulu sebelum mendapat penguatan berikutnya (Skinner, 1953, h.103). para siswa sering kali mengalami efek ini langsung setelah menyelesaikan tugas yang cukup lama sehingga jadi sulit untuk memulai pelaksanaan tugas yang lain.
Keterlenaan yang dihasilkan dari penjadwalan yang pasti seperti ini bisa dihindarkan dengan beragam penguatan dengan cara-cara yang tak terduga. Didalam penjadwalan variabel-internal, penguatan diberikan setelah jangka waktu rata-rata, namun intervalnya bisa dicampur dengan dua penjadwalan sebelumnya. Melalui penjadwalan variabel-ratio, kita hanya berfokus pada respon yang dibutuhkan untuk menghasilkan penghargaan tertentu. Ketika menggunakan dua macam penjadwalan ini, organisme dapat merespon secara konsisten dengan kecepatan cukup tinggi, khususnya didalam penjadwalan variabel-ratia. Mereka akan fokus kepada respon karena penghargaan bisa datang kapanpun.
Salah satu temuan Skinner yang paling penting adalah intermit-tently reinforced behaviour ( tingkah laku penguatan sebentar-sebentar), jika dibandingkan dengan ccontinuously reinforced(penguatan berkesinambungan), jauh lebih sulit untuk punah. Ini sebabnya kenapa tingkah laku anak-anak yang tidak diinginkan sulit sekali dihentikan. Kita mungkin sanggup menahan tingkah laku anak-anak yang menuntut dan merengek beberapa kali, namun setiap kali kita menahan respns itu, sebenarnya reaksi penolakan anak makin jadi kuat (Bijou dan Baer, 1961, h. 62)
Penguatan negatif dan penghukuman. Sejauh ini kita sudah memfokuskan diri kepada penguatan positif. Penguatanberarti memperkuat respns (meningkatkan kecepatannya), dan penguatan positif berarti memperkuat respons-respons dengan menambahkan konsekuensi- konsekuensi positif seperti makanan, pujian, atau perhatian. Namun respons bisa juga diperkuat lewat penguatan negatif, dengan menghilangkan stimuli tidak menyenagkan atau yang bersifat menyerang. Pada dasarnya apa yang diperkuat dengan cara ini adalah kecenderungan untuk melepaskan diri, seperti ketika seorang gadis yang sedang berdiri dipapan selancar belajar untuk melepaskan rasa takut dengan langsung saja menyelam kedalam air ( Skinner, 1953, h.73, 173).
Disisi lain waktu kita menghukum, kita tidak berusaha memperkuat tingkah laku karena kita ingi menghialnghkannya. Penghukuman, kata Skinner adalah “teknik pengontrolan paling umum didalam kehidupan modrn. Polanya sudah banyak dikenal: jika seseorang tidak bertindak seperti yang diharapkan, kita harus menjatuhkannya ; jika seorang anak sealu bersikap, pukul dia;jika orang-orang dipedesaan salah bersikap, bom saja mereka”(1953, h.182).
Namun penghukaman tidak selalu bekerja denagn baik. Di awal eksperimenh, kinner (1938) menemukan bahwa ketika dia menghukum tikus karena menekan tuas secara keliru ( memainkan tuas maju-mundur atau menendang dengan kakinya), ternyata hukuman terhadap respons hanya bbersifat temporer saja. Setelah lama dilakukan, ternyata penghukuman tidak membuat respons yang benar kehiangan kecepatannya, sebaliknya hanya respons keliru saja yang puanh studi-studi lainnya (contohnya, Estes, 1944) juga menyampaikan hasil ekisperimen serupa.
Meskipun demikian, Skinner tetap meras keberatandengan penghukuman karena bisa menghasilkan efek-efek samping yang tidak diinginkan. Seorang anak mungkin akan marah-marah disekolahnya karena penghukuman yang diteriam dirumah, sehingga kemudian dia akan diawasi lalu berkonflik dengan siapapun yang mengekang dirinya. Atau, anak-anak jadi ogah-ogahan antara mealakukan dan menghindari tugas karena disebabkan ketakutan akan konsekuensi-konsekuensi yang akan diterima jika gagal melakukan tugas tersebut. Atau mereka bisa saja memulai pekerjaannya tapi langsung berhenti, atau menarik diri dari pergaulan, atau menu jukkan sikap-sikap negatif lainnya ( Skinner, 1953, h.190-191).
Karena itu, Skinner merekomendasikan jika memang inguin menghukum maka kita berfokus saja kepada pemunahan sikap-sikap tertentu “jika tingkah laku tertentu anak sangat kuat karena diperkuat diluar pengawasan orang tua, maka tingkah laku itu bisa dipunahkan jika konsekuensinya tidak lagi berfungsi”(1953, h.192). artinya, kaum skinneraian ingin kita mengombinasikan pemunahan tingkah laku yang tidak diinginkan dengan penguatan positif bagi tingkah laku yang tidak diinginkan dengan penguatan positif bagi tingkah laku yang diinginkan. Didalam sebuah studi, guru-guru sengaja tidak mengindahkananak-anak didiknyua saat mereka mulai agresif, malah sebaliknya lebih berfokus pada pujian dan perhatian saat mereka mau tenang dan bekerja sama. Hasilnya adalah ruang kelasnya jadi tenang (P. Brown dan Elliot, 1965).
PERISTIWA-PERISTIWA BATINIAH: PIKIRAN, PERASAAN DAN HASRAT
Pikiran. Banyak orangmengatakan kalu Skinner mengusulkan teori ‘organisme kosong’. Dia menguji hanya respons-respons luar dan mengabaikan kondisi internalnya. Penilaian ini akurat namun terlalu banyak mereduksi. Skinner tidak menolak kalau dunia batiniah ada. Kita sungguh memiliki sensasi-sensasi batin, seperti rasa sakit terhadap tusuk gigi. Kita juga bisa dikatakan berpikir. Namun pemikiran hanya bentuk tingkah laku yang lebih lemah atau tertutuoo. Contoohnya, kita bisa bicara dalam hati meskipun menyuarakannya, atau kita bisa memikirkan secara diam-diam gerakan yang akan diambil didalam permainan catur. Karena itu, peristiwa-peristiwa pribadi ini tidak memiliki tempat didalam psikologi ilmiah kecuali kita bisa menemukan cara membuat mereka jadi dikenal dan mengukur mereka secara publik(Skinner, 1974, h.16-17 dan bab 7).
Skinner merasa kalau kecenderungan kita memperlakukan pikiran sebagi penyebab tingkah laku sangat membahyakan. Kita sering mengatakan kalau kita pergi ke suatu toko bukan lain karena “kita memiliki ide untuk bertindak demikian”, atau burung merpati mematuk-matuk piring karena ‘mengantisipasi’’makanan didalamnya. Namun sebenarnya kita keliru jika kita berpikir demikian. Yang benar adalah: kita pergi ke pertokoan, dan burung merpati mematuk-matuk piring, semata-mata karena tindakan-tindakan tersebut sudah mengalami penguatan sebelumnya. Diskusi apapun tentang tujuan atau harapan jadi terlalu berlebihan. Lebih buruk lagui, diskusi ini menghalangi kita dari penjelasan yang benar mengenai tingkah laku-yaitu efek pengon-trolan oleh lingkungan (Skinner, 1969, h.240-241; 1974, h. 668-71).
Perasaan. Skinner mengakui kalau manusia memiliki emosi, selain pikiran, namun seperti pikiran juga, perasaan tidak menjadi penyebab munculnya tingkah laku. Kita mungkin berkata ingin pergi kebioskop karena “kita ingin melakukannya” atau karena “kita merasa suka” namun pertanyaan seperti itu tidak menjelaskan apapun. Jika kita pergi kebioskop, ini karena tingkah laku tersebut diperkuat dimasa lalu ( Skinner, 1971, h.10).
Respons-respons emosi itu sendiri bisa dijelaskan berdasarkan prinsip-prinsip teori belajar. Didalam kajian Watson, kita sudah melihat bagaimana reaksi-reaksi emosi bisa dipelajari lewat pengondisian klasik. Skinner percaya kalau analisis operan juag berguan. Kebanyakan emosi merupakan efek samping dari penguatan berbeda-beda yang muncul secara kebetulan. Keyakinan, contohnya, adalah efek samping dari penguatan positif yang sering dilakukan. Saat kita belajar memukul bola baseball dengan tetap dan konsisten, kita mengembangkan perasaan keyakinan dan penguasaan ( Skinner, 1974, h. 58)
Analisis operan juga membantu kita memahami kenapa beragam pola tingkah laku emosional bisa bertahan. Jika seorang gadis kecil terus-menerus bertindak dengan cara-cara agresif, sangat penting baginya untuk mengetahui konsekuensi dri tingkah lakunya itu, apakah tindakannya itu bisa membuatnya diperhatikan atau mendapatkan mainan anak-anak lain. Jika itu yang terjadi, tampaknya keagresifan si anak akan terus berlanjut. Dengan cara yang sama, jika sikap kebahagiaan, kelemah-lembutan, rasa simpati, rasatakut dan respins-repins emosional lain masih beratahan, ini lantaran mereka telah memproduksi konsekuensi-konsekuensi yang positif ( Bijou, 1962, h.73-74; Skinner, 1969, h. 129-130).
Skinner percaya kalu begitu bahwa kita bisa memahami emoosi jika kita melihat mereka sebagi produk dari pengontrolan oleh lingkungan. Tidak berguan melihat emosi sebagi penyebab-penyebab intrapsikis tingkah laku, seperti dikatakan kaum Freudian. Sebagai contoh, seorang freudian bisa membahas seorang pria yang takut kepada seks karena mengantisipasi hukuman dari agen internal dalam dirinya, seperego. Namun bagi Skinner analisis seperti itu tidak membawa kita kemanapun. Jika ingin memahami kenapa seseorang menghindari seks, maka kita harus melihat konsekuense-konsekuensi tingkah laku seksual yang diterimanya diamas lalu ( Skinner, 1974, bab 10).
Dorongan-dorongan. Penolakan Skinner untuk memandang penyebab tingkah laku bersal dari dalam organisme membawa kita pada kesulitan-kesulitan tertentu. Khususnya, dia bermaslah dengan konsep dorongan. Dorongan-dorongan seperti rasa lapar atau haus. Tampaknya mengacu pada kondisi-kondisi internal yang memotivasi tingkah laku, padahal Skinner justru harus menjauhkan hewan dari makanan dan air agar membuat penguatannya jadi efektif. Karena itu Skinner berpendapat kita tidak perlu memahami dorongan-dorongan sebagi kondisi batin, entah akan disebut mental atau psikologis. Kita tinggal hanya menunjukkan jam-jam yang dihabiskan untuk menjauhkan hewan dari makanan atau air dan menguji efek dari pengoprasian ini bagi kecepatan respons yangmuncul kemudian ( Skinner, 1953, h.149).
TINGKAH LAKU KHUSUS SPESIES
Skinner berpendapat kalau begitu, kita tidak perlu melihat sisi dalam organisme untuk mencari penyebab tingkah laku. Tingkah laku sepenuhnya dikontrol sepenuhnya oleh lingkungan eksternal. Meskipun begitu, terdapat sejumlah keterbatasan dari kontrol lingkungan ini. Riset operan juga menemukan sulitnya mengajarkan tikus untuk membiarkan objek-objek yang dilihatnya, dan sulit sekali untuk membentuk tingkah laku vokal pada spesies bukan manusia (Skinner, 1969, h. 201).
Dalam praktiknya Skinner sering sekali berhadapan dengan tingkah laku khas spesies sebagai topografi respon. Artinya pelaku eksperimen memetakan deskripsi tingkah laku yang bisa dikerjakannya contohnya, tingkah laku vokal pada manusia. Tpoografi ini hanyalah sebuah deskripsi dan tidak melandasi bagian terpenting analisis, suatu cara untuk menguatkan bentuk dan mempertahankan tingkah laku. Meskipun, begitu, topografi seperti ini amt esensial (Skinner, 1969, h.199-209).
Dalam pengertiannya yang lebih besar, kata Skinner, bahkan tingkah laku khas spesies merupakan produk dari kesementaraan lingkungan. Dan tingkah laku seperi ini, didalam garis evolusi, telah menjadi bagian dari arah evolusi, bagian dari pengulangan karena dia sudah membantu spesies bertahan hidup dilingkungan tertentu. Karena itulah lingkungan memperkuat semua tingkah laku secara efektif bukan hanya dimasa hidupnya sekarang, namun juga dimasa lalu evolusi spesiesnya (Skinner, 1969, h.199-209)
APLIKASI PRAKTIS
Modifikasi tingkah laku. RISET Skinner sendiri sudah berkaitan dengan aplikasi praktis seperi sudah kita lihat dari banyak ilustrasi diatas. Kita sudah melihat kaum Skinnerian dapat menghilangkan siskap-sikap agresif dan tak kenal aturan anak didik sehingga menciptakan ruang kelas yang tenang dan nyaman bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Penggunaan teknik operan untuk membentulkan masalah tingkah laku ini merupakan cabang dari program pemodifikasian tingkah laku.
Instruksi yang terprogram. Skinner juga membuat konstribusi yang signifikan bagi pendidikan anak-anak normal lewat penemuannya terhadap mesin pengajaran dan instruksi terprogram (Skinner, 1968). Mesin pengajaran merupakan alat sederhana yang meminta seseorang mengisi kalimat pertanyaan-jawaban dengan singkat, dan kemudian menekan tombol untuk melihat apakah jawaban mereka sudah benar. Pada dasarnya mesinitu tidak begitu pentng dibandingkan materi program yang ada didalamnya, dan dewasa ini materi itu disajaikan dalam bentuk buklet sederhana atau diinstalkan didalam komputer.
Instruksi terprogram menganmdung beberapa prinsip Skinnerian. Pertama, dia berjalan lewat langkah-langkah kecil, karena Skinner menemukan bahwa cara terbaik untuk menciptakan tingkah laku baru adalah membentuknya sedikit demi sedikit . kedua, sipembelajar harus aktif hal ini adalah kondisi alamiah setiap organisme ( sebagai pembanding lihat pavlov yang dikurung dan hanya bereaksi pada stimuli). Ketiga, umpan balik harus bersifat langsung atau segera karena Skinner menemukan proses pembelajaran, jadi sangat cepat jika didampingi oleh penguatan ( yang dimaksud dengan penguatan disini adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung terlepas apakah jawaban nya sudah benar atau masih keliru).
Skinner tak diragukan sudah memperluas jangkauan teori belajar. Setelah memperlihatkan ketrbatasan pengondisian klasik, dian mngeksplorasi sifat tingakah laku operan, dimana organisme bertindak bebas dan dikontrol oleh konsekuensi-konsekuensi tindakannya. Didalam rangkaian studi yang cemerlang, Skinner menunjukkan bagaimana kontrol semacam iyi diguanakan – lewat jadwal penguatan, pembentukan, pengaruh stimulin pembeda dan faktor-faktor lainnya. Lebih jauh lagi, Skinner membuktikan dengan tegas pentingnya kepraktisan ide-idenya.
Didalam, proses ini Skinner benyak mengundang kontroversi dari berbagai pihak. Bagi beberapa orang, metodenya mendukung praktik otoritarian – karena dia melegitimasi cara untuk mengontrol, memanipulasi dan memprogram tingkah laku yang diinginkan atau tidak. Skinner (contohnya 1974, h.224) menjawab bahwa faktanya lingkunganlah yang mengontrol tingkah laku, hanya saja bagaimana kita memanfaatkan pengetahuan ini tergantung pada diri kita sendiri. Kita bisa menciptakan lingkungan yang cocok dengan tujuan manusia, atau kita bisa menciptakan lingkungan yang tidak sesuai dengan tujuan itu.para developmentalis juga sering terlibat perdebatan bersama kaum Skinnerian tentang masa depan. Mereka keberatan dengan pengontrolan dan pengubahan tingkah laku anak jika kita sanggup memahami anak-anak dan memberi mereka kesempatan untuk tumbuh dengan caranya sendiri. Bagi kebenyakan skinnerian , sentimen ini terlalu romantis dan naif,karena utamanya naka-anak berkembang lewat pembentukan terhadap pengaruh lingkungan eksternal.
Ditataran yang lebih objektif, ada 3 hal yang esensinya tidak bisa di sepakati Skinner dari para penulis penganut tradisi developmentalis. Pertama, para teoritis develomentalis sering membicarakan peristiwa-peristiwa internal. Piaget contohnya, menggambarkan struktur-struktur mental dengan sangat kompleks meski dia sendiri tidak akan sanggup menemukan bukti langsung semua ini dalam kasus individual manapun. Kaum Freudian membahas peristiwa-peristiwa internal seperti fantasi-fantasi tak sdar, yang tidak akan bisa kita amati secara langsung semuanya. Skinner percaya jika konsep-konsep seperti itu berbeda dari kemajuan ilmiah, yang muncul hanya jika kita membatasi diri kepada pengukuran terhadap respons-respons yang tampak dan stimuli dari lingkungan, namun karena hal ini sekarang Skinner umumnya dipahami terlalu ekstrim. Karena pada 1960-an, muncul minat baru yang dramatis pada kognisi, bahkan menumbuhkan sejumlah teori belajar yang ikut-ikutan menyelidiki peristiwa-peristiwa kognitif dan internal juga.
Kedua, teori perkembangan dan kaum Skinnerian tidak setuju dengan pemaknaan dan pentingnya tahap-tahap perkembangan – periode dimana anak-anak mengorganisasikan pengalaman dengan berbagai cara. Didalam teori Piaget, contohnya, tahap anak snagat beragam;dan ini seperti pemrediksi terhadap jenis pengalaman anak yang bisa dipelajari. Seorang anak ditingkatkan sensori-motoorik tidak akan snaggup mempelajari tugas-tugas yang melibatkan bahasa, begitu pula anak yang menguasai operasi-operasi berpikir konkret tidak akan bisa belajar banyak dari kuliah-kuliah yang isinya tori-teori abstrak.kaum Skinnerian meragukan validitas pentahapan untuk seperti ini, diamana cara berpikir atau bertindak yang berbeda-beda seolah berjenjang – sebenarnya lingkunganlah yang membentuk tingkah laku dengan cara bertahap dan berkelanjutan tersebut (Skinner, 1953, h.91; Bijou, 1976, h.2). namun begitu, Skinner jug menekankan kalu kalau kita harus mempertimbangkan usia anak ditiap eksperimen, sama seperti kita harus memperhatikan spesies hewan dan karakteristik tingkah lakunya (1969, h.89). usia memberikan konstribusi bagi ‘toopografi’ tingkah laku, membantu kita melukis tingkah laku yang ingin dibentuk atau dipertahankan pelaku eksperimen. Namun informasi seperti ini pun masih bersifat deskripsi hanya sekunder saja sifatnya jika dibandingkan dengan variabel-variabel lingkungan yang mengontrol tingkah laku.
Perbedaan ketiga mmemisahkan Skinner dari para teori developmentalis justru adalah faktoor yang paling penting dari semuanya yaitu terkait dengan sumber perubahan tingkah laku itu sendiri. Para developmentalis yaitu kalau didalam kasus-kasus yang krusial, pikiran, perasaan dan tindakan anak berkembang secara spontan dari dalam dirinya. Tingkah laku tidak dipola secara ekslusif oleh lingkungan eksternal. Gessel contohnya, percaya bahwa anak-anak berdiri, berjalan, berbicara dan sebagainya dari dorongan pematangan dri dalam. Piaget bukan penganut paham pendewasaan seperti ini, namun dia juga sepakat kalau daya-daya batin inilah yang melandasi perubahan perkembangan. Dimatanya, tingkah laku anak tidak distrukturkan oleh lingkungan, membangun struktur-struktur yang semakin kompleks dan terbedakan untuk menghadapi dunia ini.
Bayangkan, contohnya seorang bayi perempuan menjatihkan sebuah kotak dan mendengarkan bunyinya, lalu menjatuhkan kotak itu lagi dan lagi, membuat bunyi yang baru dan menarik ini bertahan lam. Didalam teori Skinner, bunyi adalah penguat yang mengontrol tingkah lakunya. Namun sebaliknya Piaget, kita tidak bisa melihat penguatan eksternal menjadi penetu tingkah laku ini, karena penguatan tersebut sering kali beragam sesuai minat anak yang berkembang,
Dengan demikian, para teoritis perkembangan berusaha mengkonseptualisasikan cara anak tumbuh dan belajar denagn caranya sendiri, sesuatu yang independent dari pengajaran orang dewasa atau penguatan eksternal lainnya, namun begitu, disaat yang sama tak seorang pun dapat menolak kalau lingkunagan juga turut memeperkuat dan mengontrol tingkah laku anak ditataran yang bisa dilihat dari luar, dan sering kali sesuai dengan cara-cara Skinner melukiskannya. Lebih jau lagi teori dan penelitian Skinner memiliki kelugasan yang jernih dan elegan sehingga orang lain bisa langsung untuk menyainginya. Sangat jelas, kalu begitu jika kontribusi Skinner yang luar biasa bagi metode dan teori ilmiah ini akan menjadi sebuah kontribusi yang bisa bertahan lama.
4. JOHN B.WATSON (1878-1958)
Pandangan Watson dapat diikuiti delam artikelnya yang berjudul “psychology as the Behaviorirst Views It” dalam Psychology Review tahun 1913. Dalam artikel tersebut Watson mengemukakan antara lain tentang definisi psikologi, kritiknya terhadap strukturalisme dan fungsionalisme yang dipandang sebagai psikologi lama tentang kesadaran.
Menurut pandangan Watson (Behaviorist view), psikologi itu murni merupakan cabang dari ilmu alam (natural science) eksperimental. Tujuannya secara teoritis adalah memprediksi dan mengontrol perilaku. Instropeksi bukanlah metode yang digunakan. Yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran karena merupakan pengertian yang dubious.
Watson mengadakan eksperimen mengenai kondisioning pada anak-anak sebagai akibat pengaruh Pavlov. Salah satu eksperimennya ialah dengan menggunakan bayi sebagai objek coba yang diberikan minuman dari botol. Sebelum minuman botol diberikan, lebih dulu dibunyikan bel, dan hal tersebut dilakukan berulang kali. Langkah Watson tersebut sampai pada kesimpulan bahwa pada bayi terbentuk respons berkondisi, yaitu dengan bunyi bel- sekalipun tidak diberikan minuman dari botol-bayi tetap menunjukkan gerakan mulut seperti mengenyut dot dari botol.
Eksperimen Watson yang lain dan yang paling terkenal ialah eksperimennya dengan anak yang bernama Albert, yaitu anak berumur 11 bulan. Watson ingin memberikan gambaran bagaimana reaksi emosional menjadi terkondisi dengan stimulus yang netral. Watson ingin memberikan gambaran bagaimana reaksi emosional menjadi terkondisi dengan stimulus yang netral. Watson dan Rosali Rayner- istrinya- mengadakan eksperimen kepada Albert dengan menggunakan tikus putih dan gong beserta pemukulnya. Pada permulaan eksperimen, Albert tidak takut pada tikus putih tersebut. Pada suatu waktu, pada saat Albert akan memegang tikus, dibunyikan gong dengan keras. Dengan suara keras tersebut Albert merasa takut. Keadaan tersebut diulangi beberapa kali, akhirnya terbentuklah rasa takut pada tikus putih pada diri Albert. Atas dasar eksperimen tersebut, Watson berpendapat bahwa reaksi emosional dapat dibentuk dengan kondisioning. Rasa takut tersebut dapat dikembalikan lagi ke keadaan semula dengan cara menghadirkan tikus tersebut denga setahap demi setahap pada situasi yang menyenangkan, misalnya pada waktu Albert makan, sehingga terjadilah eksperimental extinction seperti halnya pada eksperimen Pavlov.
TEORI BEHAVIOR DAN BELAJAR SOSIAL
Behavior (perilaku) adalah kegiatan organisme yang dapat diamati dan yang bersifat umum mengenai otot-otot dan kelenjar-kelenjar sekresi eksternal sebagaimana terwujud pada gerakan bagian-bagian tubuh atau pada pengeluaran air mata, keringat. Teori perilaku dalam psikologi menegaskan bahwa dalam mempelajari individu, yang seharusnya dilakukan oleh para ahli psikologi adalah menguji dan mengamati perilakunya dan bukan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh.
Teori tingkah laku mula-mula dikembangkan oleh John B.Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika, pada awal tahun 1900-an. Watson ketika itu menolak pandangan bahwa psikologi adalah studi tentang kegiatan mental dengan menggunakan metode introspeksi dan menganjurkan agar psikologi lebih membatasi pada studi tentang perilaku (behavior) yang dapat diamati. Di luar tradisi behavioral, berkembang keyakinan bahwa, melalui pengalaman dan lingkungan.
Antara usia 3-5 tahun anak-anak akan memahami bahwa pikiran dapa mewakili benda dan peristiwa secara akurat ataupun tidak akurat. Kesadaran bahwa org dapat memiliku keyakinan yang tidak salah atau keyakinan tidak benar berkembang pada sebagian besar anak-anak pada saat mereka berusia 5 tahun. Hal tersebut seringkali digambarkan sebagai hal yang sangat penting dalam memhami pikiran, mengenali bahwa keyakinan tidak semata dipetakan secara langsung kedalam pikiran dunia sekitar, tetapi juga bahwa orang yang berbeda dapat memiliki keyakinan berbeda dan kadang-kadang tidak (Watson: 2001)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran psikologi di Rusia di pelopori oleh Ivan Petrovich Pavlov, dan dikenal sebagai aliran behaviorisme di Rusia. Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada umumnya. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadaran merupakan hal yang dubious, sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata.
Pavlov dalam eksperimennya menggunakan anjing sebagai binatang cobaan. Anjing dioperasi sedemikian rupa, sehingga apabila air liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang telah disediakan. Menurut Pavlov apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian mengeluarkan air liur, ini merupakan respons yang alami, respons yang refleksi, yang disebut sebagai respons yang tidak berkondisi (unconditioned reponse) yang disingkat dengan UCR.
Thorndike merupakan tokoh yang mengadakan penelitian mengenal animal psychology. Penelitiannya mengenai hewan diwujudkan dalam disertai doktornya yang berjudul “Animal Intelligence An Experimental Study of the Associative”, yang diterbitkan pada tahun 1911 dengan judul “Animal Intelligence” (Hergenhan,1976). Dalam buku ini tercermin ide-ide fundamental Thorndike, termasuk pula teorinya tentang belajar.
Menurut Thorndike dasar dari belajar adalah trial and error atau secara asli disebutnya sebagai learning by selecting and connecting. Thorndike mengajukan pengertian tersebut dari eksperimenya dengan puzzle box. Atas dasar pengamatannya terhadap bermacam-macam percobaan, Thorndike sampai pada kesimpulan bahwa hewan itu menunjukkan adanya penyesuaian diri sedemikian rupa sebelum hewan itu dapat melepaskan diri dari box. Selanjutnya dikemukakan bahwa perilaku dari semua hewan coba itu praktis sama, yaitu apabila hewan coba- dalam hal ini kucing yang digunakannya- dihadapankan pada masalah, ia dalam keadaan discomfort dan dalam memecahkan masalahnya dengan trial and error atau coba salah.
Skinner adalah seorang tokoh dalam kondisioning operan seperti halnya Thorndike, sedangkan Pavlov adalah tokoh dalam kondisioning klasik. bukunya yang berjudul “The Behavior of Organism” yang diterbitkan dalam tahun 1938 memberikan dasar dari sistemnya. Bukunya yang berjudul “Science and Human Behavior” yang terbit tahun1953 merupakan buku tesknya untuk behavior psychology.
Skinner membedakan perilaku atas:
1. Perilaku yang alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai respondent behavior (Hergenhahn, 1976), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, perilaku yang bersifat refleksif.
2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan oleh organism itu sendiri. Perilaku operan belum tentu didahului oleh stimulus dari luar.
Menurut pandangan Watson (Behaviorist view), psikologi itu murni merupakan cabang dari ilmu alam (natural science) eksperimental. Tujuannya secara teoritis adalah memprediksi dan mengontrol perilaku. Instropeksi bukanlah metode yang digunakan. Yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran karena merupakan pengertian yang dubious.
Watson mengadakan eksperimen mengenai kondisioning pada anak-anak sebagai akibat pengaruh Pavlov. Salah satu eksperimennya ialah dengan menggunakan bayi sebagai objek coba yang diberikan minuman dari botol. Sebelum minuman botol diberikan, lebih dulu dibunyikan bel, dan hal tersebut dilakukan berulang kali. Langkah Watson tersebut sampai pada kesimpulan bahwa pada bayi terbentuk respons berkondisi, yaitu dengan bunyi bel- sekalipun tidak diberikan minuman dari botol-bayi tetap menunjukkan gerakan mulut seperti mengenyut dot dari botol.
DAFTAR PUSTAKA
Bimo Walgito, Prof.Dr. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
Crain, William. 2007. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siwa Tumbuh dan Berkembang Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John.W. 2001. Masa Perkembangan Anak Edisi 11. Jakarta: Salemba humanika.
Thursday, March 12, 2015
Perkembangan Peserta Didik 2 : Hakekat Pesrta Didik
Pertemuan 2 :
Hakekat Peserta Didik
Peserta didik adalah makhluk yang
berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Pandangan yang
lebih modern
Bahwa anak didik tidak hanya
dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus
diperhatikan sebagai subjek pendidikan. Diantanya adalah dengan cara melibatkan
peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan pengertian ini, maka
anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan
atau ilmu, bimbingan, dan pengarahan.
Pengertian peserta didik secara
khusus adalah setiap manusia berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran pada jalur pendidikan formal maupun non formal pada pendidikan dan
jenis pendidikan tertentu.
Ada beberapa istilah lain dari
peserta didik yaitu :
1.
Anak
2.
Siswa
3.
Mahasiswa
4.
Warga
belajar
5.
Pelajar
6.
Murid
7.
Santri
1.
Anak
adalah istilah bagi peserta didik yang mengikuti jenjang Pendidikan Anak Usia
Dini
2.
Siswa
adalah istilah bagi peserta didik yang mengikuti jenjang Pendidikan dasar dan
menengah
3.
Mahasiswa
istilah bagi peserta didik yang mengikuti jenjang Pendidikan perguruan tinggi
4.
Warga
belajar istilah bagi peserta didik pada jenjang non formal seperti PKBM ( Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat)
5.
Pelajar
adalah istilah bagi peserta didik jenjang formal yang mengikuti jenjang
Pendidikan tingkat
menengah maupun tingkat atas
6.
Murid
memiliki defenisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa
7.
Santri
istilah bagi peserta didik yang mengikuti jenjang non formal khususnya
pesantren atau sekolah-sekolah yang berbasiskan agama islam.
Subscribe to:
Posts (Atom)