Saturday, April 29, 2017

Laporan DDA Pola Tanam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempengaruhi pembangunan suatu negara, terutama pada negara berkembang seperti di Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti sektor pertanian merupakan sumber persediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu negara, kebutuhan yang meningkat akibat pendapatan meningkat, adanya keharusan menyediakan bahan-bahan yang dapat mendukung sektor lain terutama industri, sektor pertanian merupakan jembatan untuk menghubungkan pasar yang dapat menciptakan pengaruh yang menyebar dalam proses pembangunan dan, sektor pertanian merupakan sumber pendapatan masyarakat di negara berkembang yang hidup di pedesaan (Darius,2016). Salah satu kegiatan dibidang pertanian yang memberikan kontribusi adalah usahatani hortikultura. Hortikultura adalah salah satu sumber pertumbuhan baru pertanian yang sangat diharapkan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional. Pada saat ini tanaman hortikultura (tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga-bungaan) mendapatkan perhatian besar dari pemerintah, karena tanaman hortikultura telah terbukti sebagai komoditi yang dapat dipakai untuk sumber pertumbuhan baru disektor pertanian (Darius, 2016). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman hortikultura adalah dengan memilih sistem pola tanam yang tepat. Pola tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun media bukan tanah dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu, termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Di Indonesia sering kali petani menggunakan pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur. Pola tanam monokultur yaitu penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang sama sedangkan pola tanam polikultur merupakan pola tanam yang sering digunakan dalam usaha tani sayuran. Pola tanam polikultur ditujukan untuk meningkatkan kemampuan petani mengolah lahan atau ladangnya secara objektif, untuk meningkatkan penghasilan petani, dan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkesinambungan demi pembangunan pertanian ke depannya (Darius, 2016) Berdasarkan pemaparan di atas, pola tanam merupakan usaha penting dalam budidaya pertanian maka perlu dilakukan praktikum untuk mengetahui hubungan pola tanam dengan tingkat keberhasilan produksi. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola tanam monokultur dengan polikultur dalam menghasilkan produksi dan mengetahui pentingnya penggunaan mulsa pada lahan pertanian. Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah untuk dapat memberikan pengetahuan dasar kepada praktikan tentang pola tanam, jenis-jenis pola tanam dan penggunaan mulsa pada lahan pertanian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pola Tanam Pola tanam adalah merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam ni diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Namun yang penting persyaratan tumbuh antara kedua tanaman atau lebih terhadap lahan hendaklah bisa mendekati kesamaan (Wahyudi, 2013). Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepernuhnya tergantung dari hujan. Makan pemilihan varietas yang ditanam perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan (Wahyudi, 2013) Menurut Ruslan (2013), menyatakan adanya perbedaan pola tanam disesuaikan dengan kondisi lahan pertanian yang ada yaitu lahan kering, lahan sawah tadah hujan, lahan sawah beririgasi, dan lahan rawa pasang surut. 1. Lahan Kering (tegalan) Di lahan kering, palawija dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif pelaksanaannya. Alternatif pertama, awal musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Penanaman dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau pertengahan musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau berumur panjang sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif kedua, pada awal musim hujan, lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4 minggu sebelum panen, singkong ditanami di antara tanaman jagung. 2. Lahan Sawah Tadah Hujan Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai pertengahan musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali. Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyaksatu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat ditanami palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya. Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini, jarak tanam singkong harus lebih lebar. 3. Lahan Sawah Beririgasi Di lahan sawah, palawija umumnya ditanami secara monokultur dengan pola tanam sebagai berikut. Pada awal musim hujan sampai akhir musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak dua kali tanam. Pada musim kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Kerugian pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah pola pergiliran tanaman pada setiap daerah berbeda sebab masing masing daerah mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan tanaman untuk pergiliran yang berbeda pula sehingga tidak bisa di samaratakan dengan yang lainnya. 4. Lahan Rawa Pasang Surut Sebelum ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem sarjan. Pada sistem ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija atau tanaman lain yang tidak tahan genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini disebut guludan. Bagian yang lain, dibuat lebih rendah untuk ditanami padi. Bagian yang rendah ini disebut tabukan. Perbandingan luas tabukan dan guludan pasang tertinggi. Bagian guludan tidak boleh dilampaui air. Sementara itu, permukaan tanah tidak lebih rendah dari lapisan pirit. Lapisan ini merupakan akumulasi bahan-bahan beracun, sehingga bila terangkat ke permukaan akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Di lahan rawa, palawija juga ditanami secara monokultur atau tumpang sari. Aturannya sebagai berikut. Di lahan di bagian tabukan, ditanami padi dua kali setahun. Sedangkan di bagian gulu dan pada awal dan akhir musim hujan ditanami palawija berumur pendek atau, pada awal musim hujan ditanami palawija berumur pendek dan akhir musim hujan ditanami singkong. 2.2 Jenis- Jenis Pola Tanam Pengetahuan mengenai pola tanam sangat perlu bagi petani. Sebab dari usaha tani yang dilakukan, diharapkan dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Tidak hanya hasil yang menjadi objek, bahkan keuntungan maksimum dapat didapat dengan tidak mengabaikan pengawetan tanah dan menjaga kestabilan serta kesuburan tanah pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur (Darius, 2016). 1. Pola Tanam Monokultur Pola tanam monokultur merupakan usahatani dengan satu jenis tanaman dalam satu musim tanam dan menanam jenis tanaman yang sama atau berbeda pada musim tanam berikutnya. Pola tanam ini menggunakan rotasi yang bervariasi dalam satu tahun (Pujiharto, 2015). Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidak mantap. Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak dapat panen karena tanamannya terserang hama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah terserang hama maupun terserang penyakit (Wahyudi, 2013) 2. Pola Tanam Polikultur Polikultur berasal dari kata poly dan culture. Poly berarti banyak dan culture berarti pengolahan. Jadi, pola tanam polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi dalam satu tahun (Darius, 2016). Menurut Darius (2016), menyatakan bahwa dalam sistem polikultur, dikenal beberapa istilah yang pengertiannya hampir sama yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama antara lain : a. Tumpang Gilir (multiple cropping) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama, selama satu tahun untuk memperoleh lebih dari satu hasil panenan. b. Tanaman Pendamping (companion planting) : dalam satu bedeng ditanam lebih dari satu tanaman sebagai pendamping jenis tanaman lainnya. Tujuannya untuk saling melengkapi dalam kebutuhan fisik dan unsur hara, karena itu pemilihan tanaman perlu diperhatikan. Misalnya tanaman yang perakarannya dalam dapat mengurangi kepadatan tanah dan menambah kesuburan tanah dengan tambahnya bahan organik sehingga berguna bagi tanaman pendamping yang perakarannya dangkal. Tanaman kenikir sering dijadikan tanaman pendamping karena mempunyai akar yang mengeluarkan senyawa tiophen yang dapat mematikan atau membunuh nematoda. c. Tanaman Campuran (mixed cropping) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama. Misalnya menanam tomat dan kubis dalam satu bedeng dapat mengurangi ngengat tritip yang merusak kubis, menolak ngengat betina Plutella xylostella (L) meletakkan telur pada tanaman kubis. d. Tumpang Sari (intercropping dan interplanting) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama dengan barisan-barisan teratur misalnya jagung dengan kedelai atau jagung dengan kacang tanah. e. Penanaman Lorong (alley cropping) : menanam tanaman yang berumur pendek, misalnya wortel, slada, terung, diantara larikan tanaman yang dapat tumbuh cepat dan tinggi serta berumur tahunan, misalnya turi, gamal, kaliandra, lamtoro, dan daun kupu-kupu. Keuntungan penanaman seperti ini akan meninggalkan nitrogen tanah, mengurangi gulma, mencegah erosi, meningkatkan penyerapan air tanah dan meningkatkan kelembaban tanah. f. Pergiliran Tanaman (rotasi) : menanam jenis tanaman yang tidak sefamili secara bergiliran (bergilir). Tujuan cara ini untuk memutus siklus hidup OPT. Contohnya kubis famili cruciferae-selada famili composidae bawang merah famili aliaceae-wortel famili umbelliferae- terung famili solanaceae-kedele famili leguminaceae-jagung famili graminae-kangkung famili convolvulaceae-mentimun famili cucurbitaceae- okra famili malmavaceae. 2.3 Pengertian Mulsa Mulsa atau mulch adalah bahan material tertentu yang kebuners bisa gunakan untuk menutupi suatu lahan atau area, dengan dua manfaat utama yaitu menjaga retensi kelembaban dalam tanah dan menjaga suhu tanah tetap dingin, dan karenanya tanaman bisa menghasilkan lebih banyak buah (Calvin, 2016). Mulsa sudah digunakan sejak zaman dahulu dan fakta membuktikan bahwa tanaman yang ditanam dengan mulsa menghasilkan buah yang lebih banyak dibandingkan tanaman dengan tanah terbuka atau tanpa mulsa. Mengapa bisa demikian? Seperti yang dikatakan pada paragraf atas, karena dengan adanya mulsa, air tanah dan air hujan bisa menguap hanya sekitar 10%, jika tidak ada mulsa bisa menguap sekitar 80%. Selain itu, mulsa menjaga agar suhu tanah lebih stabil. Tanah yang ditutupi mulch suhunya lebih dingin atau di bawah dari tanah yang tidak ditutupi mulsa (Calvin, 2016). Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan kelembapan tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Damaiyanti, 2013). 2.3.1 Macam- Macam Mulsa Menurut Damaiyanti (2013) menyatakan bahwa berdasarkan asal dan sifat bahannya, mulsa dapat dibedakan atas mulsa organik dan mulsa anorganik. 1. Mulsa Organik Penggunaan mulsa organik merupakan pilihan alternatif yang tepat karena mulsa organik terdiri dari bahan organik sisa tanaman (serasah padi, serbuk gergaji, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman yang akan dapat memperbaiki kesuburan, struktur dan secara tidak langsung akan mempertahankan agregasi dan porositas tanah, yang berarti akan mempertahankan kapasitas tanah untuk dapat menahan air, setelah bahan bahan organik tersebut terdekomposisi (Tinambunan, 2013). Penggunaan mulsa organik dengan bahan organik yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan produktivitas lahan berdasarkan sifat pelapukan setiap jenis mulsa organik yang tidak sama. mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik (Damaiyanti, 2013). 2. Mulsa Anorganik Mulsa plastik dipasang dengan cara menarik kedua ujung mulsa ke ujung bedengan dengan arah memanjang, dikuatkan dengan bambu yang ditancapkan pada setiap sudut bedengan, kemudian mulsa plastik tersebut ditarik ke bagian sisi kanan bedengan hingga tampak rata menutupi seluruh permukaan bedengan. Alat pelubang mulsa dibuat dari kaleng bekas yang salah satu ujungnya diasah hingga tajam. Cara ini membuat plastik akan berlubang dan tercipta lubang tanam dengan jarak 50 x 50 cm pada bedengan.Setelah bibit berumur ± 3 minggu (3- 4 helai daun), bibit sudah siap dipindahkan ke lahan pertanaman yang telah tersedia dengan membuat lubang - lubang tanaman pada lahan yang memiliki jarak 50 x 50 cm (Ginting, 2013). Efektivitas penggunaan mulsa plastik di daerah tropis diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik melindungi tanah dari terpaan langsung butiran hujan, menggemburkan tanah di bawahnya, mencegah pencucian hara, mencegah percikan butiran tanah ke tanaman, mencegah penguapan air tanah, dan memperlambat pelepasan karbondioksida tanah hasil respirasi aktivitas mikroorganisme. Warna permukaan mulsa plastik memiliki kemampuan optis dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam melakukan proses pertumbuhan. Pemberian jenis mulsa yang berbeda pada tanaman memberikan pengaruh yang berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu tanaman lainnya seperti hama dan penyakit (Ginting, 2013). 2.3.2 Manfaat Mulsa Pemberian mulsa mampu mengendalikan pertumbuhan gulma dengan berkurangnya jumlah jenis individu gulma yang dapat tumbuh dan mampu meningkatkan hasil produksi tanaman (Tinambunan, 2014). Perlakuan mulsa secara langsung dapat menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman terutama lingkungan mikro di daerah perakaran tanaman, mampu mempertahankan kelembaban tanah dan ketersediaan air dalam tanah, sehingga dalam keadaan panas yang terik sekalipun tanah masih mampu menyediakan air bagi tanaman di atas permukaan tanah (Tinambunan, 2014). Selain itu mulsa terutama mulsa plastik dapat menutup permukaan tanah dengan rapat, sehingga kemungkinan kehilangan air hanya sedikit melalui perembesan ke bawah atau ke samping dan sedikit melalui lubang tempat tanaman tumbuh. Dengan penggunaan mulsa dapat menjaga tercucinya pupuk oleh air hujan dan mencegah penguapan unsur hara oleh sinar matahari. Hal ini berbeda dengan perlakuan tanpa mulsa dimana permukaan tanah langsung terkena sinar matahari sehingga terjadinya penguapan melalui permukaan tanah atau evaporasi cukup besar dan pada saat hujan terjadi kelebihan air di permukaan tanah yang mengakibatkan tercucinya pupuk. Pemulsaan berfungsi untuk menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga dapat mengurangi jumlah pemberian air. Mulsa dapat mengurangi kehilangan air dengan cara memelihara temperatur dan kelembaban tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis pemulsaan. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang optimal, akan berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi tanaman, yang berpengaruh pada fase pertumbuhan dan pembentukan buah (Damaiyanti, 2013). 2.3.3 Kekurangan dan Kelebihan Mulsa Pada tanah darat, untuk mengatasi kemungkinan keadaan yang kurang sesuai, maka diadakan mulching (pemberian mulsa). Di bidang agronomi mulsa dapat digunakan dari berbagai bahan seperti mulsa putih, mulsa dua warna (hitam perak) ataupun dapat menggunakan bahan-bahan lain seperti gedebok pisang, sekam, ataupun serbuk gergaji (Damaiyanti, 2013). Menurut Tinambunan (2014), menyatakan bahwa kelebihan dari pemberian mulsa pada tanaman antara lain: 1. Memperbaiki kondisi fisik tanah di permukaan 2. Absorbsi air oleh benih juga diperbaiki, karena penguapan di atas permukaan dikurangi 3. Aliran permukaan (run off) dikurangi 4. Kemungkinan benih hanyut oleh air juga diperbaiki 5. Suhu tanah lebih serasi 6. Mengurangi fluktuasi suhu Mulsa hitam perak merupakan mulsa plastic yang memiliki dua permukaan yang berbeda yaitu permukaan hitam dan perak. Kedua warna tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Permukaan yang berwarna perak dapat berfungsi memantulkan sinar ultraviolet matahari yang dapat merubah iklim mikro di sekitar tanaman. Pemantulan tersebut juga akan menyempurnakan proses fotosintesis tanaman sehingga pertumbuhannya sempurna sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Di samping itu, pantulan sinar ultraviolet tersebut juga efektif untuk mengusir kutu daun. Dengan demikian mulsa hitam perak dapat mencegah tanaman terserang kutu daun dan juga penyakit yang ditularkan oleh kutu daun. Sementara permukaan yang berwarna hitam berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma atau rumput-rumputan dan cendawan dalam tanah. Di sampan itu, keuntungan lainnya adalah pemberian mulsa hitam perak ini dapat mempertahankan kelembaban dan temperature tanah, efisiensi pemupukan, melindungi tanah dari pemadatan karena curah hujan, mengurangi penguapan air tanah, penyerapan pupuk lebih efektif serta mengurangi resiko serangan hama dan serta serangan penyakit (Ginting, 2013). Menurut Ginting (2013), penggunaan mulsa dapat merugikan antara lain karena hal-hal berikut: 1. Membutuhkan tambahan biaya untuk membeli bahan mulsa (plastik) dan pemasangannya di lapangan 2. Menciptakan lingkungan yang ideal bagi perkembangan mikroorganisme musuh tanaman, misalnya patogen penyebab damping-off dan busuk akar. 3. Pada musim kemarau, mulsa kering sangat riskan terhadap bahaya kebakaran. BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Praktikum pola tanam dilaksanakan di Ex-farm, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini laksanakan setiap hari Senin, Pukul 15.30-selesai. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang di gunakan dalam praktikum pola tanam adalah cangkul, sekop, meteran, parang, Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pupuk kandang, mulsa plastik, rumput gajah, daun bambu, benih mentimun, benih kacang panjang, benih sawi dan benih cabai. 3.3 Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja dari pelaksanaan praktikum pola tanam yaitu: 1. Membuat 3 buah bedengan dengan ukuran 5 x 1 m dan dengan tinggi gundukan tanah 30 cm 2. Mencampur pupuk kandang pada bedengan 3. Meratakan bedengan dengan bambu sehingga bagian atas bedengan menjadi lurus 4. Memberi rumput gajah dan daun bambu di atas bedengan 1 dan bedengan 2 5. Memasang mulsa plastik pada bedengan pertama lalu diberi lubang untuk tempat penanaman, sedangkan bedengan ke 2 tidak diberi mulsa plastik dan bedengan 3 tidak diberi mulsa apapun. 6. Melakukan penyemaian benih selama 2 minggu 7. Melakukan penanaman bibit mentimun pada bedengan 1, bibit kacang panjang pada bedengan 2 dan bibit sawi dan cabai pada bedengan 3. 8. Melakukan penyiraman tanaman setiap hari 9. Melakukan penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh dan melakukan penyiangan jika ada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman 10. Setelah tanaman mulai tinggi, melakukan pemasangan ajir pada bedengan 1 dan 2 agar tanaman pada bedengan tersebut dapat merambat ke atas mengikuti panjang ajir. 11. Merawat keseluruhan tanaman sambil mengamati pertumbuhannya. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 1. Hasil penanaman mentimun dengan pola tanam monokultur Gambar 2. Hasil penanaman kacang panjang dengan pola tanam monokultur Gambar 3. Hasil penanaman Sawi dan Cabai dengan pola tanam polikultur 4.2 Pembahasan Berdasarkan Gambar 1. dapat diketahui bahwa pola tanam monokultur sangat cocok untuk tanaman mentimun. Dilihat dari suburnya tanaman mentimun pada bedengan pertama. Penggunaan pola tanam monokultur pada tanaman mentimun juga harus disesuaikan jarak tanamnya. Jarak tanam yang terlalu lebar dapat berakibat kurang baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurrazak (2013), yang menyatakan bahwa dengan pengaturan jarak tanam yang terlalu jarang maka terjadinya penguapan yang besar dan tingkat perkembangan gulma yang tinggi. Sebaliknya jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari, unsur hara dan air. Selain pengaturan jarak tanam, jumlah benih per lubang tanam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapt Abdurrazak (2013), yang menyatakan bahwa jumlah benih yang terlalu banyak akan menyebabkan kualitas buah menurun (buah berukuran kecil), kendatipun jumlah buahnya banyak. Hal ini disebabkan terjadinya persaingan tanaman dalam mendapatkan faktor-faktor tumbuh. Budidaya mentimun dianjurkan menggunakan 2 benih per lubang tanam untuk mendapatkan hasil optimal. Selain itu, pada bedengan 1 juga digunakan mulsa plastik yang juga turut memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman mentimun. Hal ini sesuai dengan pendapat Tinambunan (2014), yang menyatakan bahwa Efektivitas penggunaan mulsa plastik di daerah tropis diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik melindungi tanah dari terpaan langsung butiran hujan, menggemburkan tanah di bawahnya, mencegah pencucian hara, mencegah percikan butiran tanah ke tanaman, mencegah penguapan air tanah, dan memperlambat pelepasan karbondioksida tanah hasil respirasi aktivitas mikroorganisme. Warna permukaan mulsa plastik memiliki kemampuan optis dalam mengubah kuantitas dan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkan tanaman dalam melakukan proses pertumbuhan. Berdasarkan Gambar 2. dapat dilihat bahwa tanaman kacang hijau juga sangat baik pertumbuhannya dengan menggunakan pola tanam monokultur dan didukung oleh penggunaan mulsa organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Damaiyanti (2013), yang menyatakan bahwa penutupan tanah dengan bahan organik yang berwarna muda dapat memantulkan sebagian besar dari radiasi matahari, menghambat kehilangan panas karena radiasi, meningkatkan penyerapan air dan mengurangi penguapan air di permukaan tanah. Berdasarkan Gambar 3. dapat dilihat bahwa tanaman sawi dan cabai tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Sebenarnya pola tanam polikultur dapat menghasilkan produksi lebih besar dari pola tanam monokultur namun terdapat beberapa kesalahan yang terjadi pada proses pelaksanaan praktikum pada pola tanam polikultur. Hal ini terjadi karena di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya kualitas benih dari tanaman sawi dan cabai yang digunakan, kurangnya perhatian praktikan terhadap tanaman yang ada di bedengan 3, tidak adanya pemakaian mulsa dan jarak tanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Hermawati (2016), yang menyatakan bahwa jarak tanam untuk tanaman yang hendak digabung harus diperhatikan. Selain jarak tanam, hal lain yang harus diperhatikan pada pola tumpangsari ialah lebar tajuk tanaman yaitu berapa luas permukaan tanah yang ditutup oleh garis tanaman yang akan digabung dalam satu petak. Sinar matahari yang merupakan kebutuhan tanaman sebaiknya terbagi merata antar tanaman. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum pola tanam yang telah dilakukan adalah: 1. Pentingnya pola tanam pada hasil produksi tanaman adalah pola tanam dapat menghasilkan produksi lebih tinggi karena berkurangnya serangan hama dan penyakit pada tanaman karena terdapat beberapa tanaman dalam satu bedengan terutama pada pola tanam polikultur 2. Pola tanam monokultur adalah pola tanam yang dilakukan dengan satu jenis tanaman yang sama sedangkan polikultur adalah pola tanam yang dilakukan dengan menanam beberapa jenis tanaman yang berbeda. 3. Kegunaan mulsa dalam proses penanaman amat penting karena dapat mencegah tumbuhnya gulma dan mengurangi terjadinya penguapan pada akar tanaman. 5.2 Saran Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sebaiknya praktikan lebih serius lagi dalam merawat tanaman yang di tanam. Serta perlunya bimbingan yang lebih dari asisten kepada praktikan agar praktikan bisa lebih memperhatikan tanamannya dan dan agar praktikan tidak hanya ke lahan untuk foto-foto saja. DAFTAR PUSTAKA Calvin. 2016. Pengertian Mulsa Fungsinya Serta Jenis-jenis Mulsa yang Mudah di Dapat. Pada situs http://www.kebunpedia.com/threads/pengertian-mulsa-fungsinya-serta-jenis-jenis-mulsa-yang-mudah-didapat.4695/. Di akses pada tanggal 8 April 2017 pukul 12.27 WITA: Makassar. Gambar 1. Kegiatan membuat bedengan Gambar 2. Kegiatan pencampuran pupuk kandang pada bedengan Gambar 3. Kegiatan pemberian mulsa organik Gambar 4. Kegiatan pemasangan mulsa plastik Gambar 5. Kegiatan pelubangan mulsa plastik Gambar 6. Kegiatan penyemaian benih Gambar 7. Kegiatan penanaman bibit Gambar 8. Kegiatan pemberian furadan pada lubang tanaman